Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Memangnya Prabowo Bakal Hadir di Pelantikan Jokowi-JK?

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tampaknya pertanyaan itu tidak hanya dibahas di kalangan elit saja. Masyarakat ‘akar rumput’- pun sepertinya ikut-ikutan latah, membicarakan sikap Prabowo dengan Jokowi  - mantan pesaingnya di Pilpres 9 Juli lalu.

Sebagaimana obrolan yang saya dengar di warung kopi, ketika jelang malam,  topiknya adalah pelantikan Presiden ke-7 pada 20 Oktober mendatang, apakah akan dihadiri pula oleh Prabowo  yang telah dikalahkannya , atawa tidak ?

“Seharusnya Pak Prabowo bersikap ksatria, sebagaimana yang dulu dicitrakannya sendiri: Naik kuda jantan dengan keris terselip dipinggang, persis seorang ksatria panglima perang. Bukankah watak ksatria itu jujur dan legawa ?” tanya Jang Amir yang dikenal sebagai pendukung berat Jokowi-JK sewaktu pilpres kemarin.

“Bukankah ketika MK menolak gugatannya, Pak  Prabowo sudah mengakui kekalahannya. Berarti beliau sudah jujur dan legawa !” sahut Mang Hasan , seorang partisan Partai Gerindra.

“Tapi sampai sekarang belum ada kabar berita tentang pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo secara husus.  Berarti dia masih memendam dendam...” timpal Kang Elon yang sedari tadi mendengarkan percakapan tersebut.

“Kalau ingat kisah mulai dari Presiden pertama sampai SBY yang sebentar lagi akan diganti oleh Jokowi, sepertinya antara yang diganti dengan yang menggantikannya tidak pernah akur memang...” Pak guru Dadang yang sedang menikmati pisang goreng ikut angkat bicara.

Semua mata pun beralih ke arah Pak guru Dadang yang duduk di pojok.

“Maksud Pak Guru ?” tanya Mang Hasan dan Jang amir hampir serempak.

“Ketika itu Bung Karno diganti Pak Harto, dengan cara dikudeta sebelumnya. Karena dianggap melegalkan Partai Komunis, alias PKI. Kemudian Presiden pertama itu pun dijebloskan dalam tahan – terlepas dari sebutan tahanan rumah sekalipun, yang dikenal dengan Wisma Yasa itu. Bahkan dalam tahanan pula, Bung Karno menghembuskan nafas terahirnya. Saat itu jasa Sang Proklamator seakan terhapus oleh ajaran Nasakomnya yang dianggap bertentangan dengan Dasar Negara...

Akan halnya Pak Harto sendiri, sewaktu dilengserkan oleh gerakan Reformasi, dan kemudian diganti oleh Wapresnya, BJ Habibie, kabarnya seperti memendam amarah pada mantan Menristek itu. sampai ahir hidupnya, Pak Harto konon enggan bertemu muka dengan Presiden ketiga tersebut...

Demikian juga hubungan antara Gus Dur dengan Megawati. Usai Abdurrahman Wahid dimakzulkan oleh MPR, kemudian diganti oleh Megawati yang sebelumnya merupakan wapresnya  mantan Ketua Umum PB NU itu, sama juga dengan yang disebutkan sebelumnya. Yang semula akrab bak dua bersaudara, ahirnya jadi renggang seperti langit dengan bumi.

Nah, yang paling hangat jadi bahan pembicaraan, adalah hubungan antara Megawati dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam kurun sepuluh tahun ini dua orang ini seperti minyak dan air saja tampaknya.  Seperti yang kita ketahui, sewaktu digelar Pilpres tahun 2004 lalu SBY yang sebelumnya merupakan seorang menteri di dalam kabinet gotong-royongnya Megawati, justru malah tampil sebagai pesaing ‘majikan’ sendiri. Bahkan sebagaimana diketahui, Megawati dikalahkan SBY. Dan hubungan antara keduanya sampai saat ini, tampaknya masih belum akur. Dan sepertinya satu sama lain tak ada yang mau mengalah, “ jelas Pak guru Dadang bak sedang mengajar di depan kelas. Setelah menghela nafas, lalu meneguk kopinya.

“Jadi wajar kalau Pak Prabowo tidak datang menghadiri pelantikan Jokowi nanti. Tokoh para pendahulunya juga yang memberi contoh... “ ujar Mang Hasan.

“Pantesan negara kita tidak maju-maju, karena Presidennya pun dari yang pertama sampai sekarang punya watak pendendam. Bukannya memikirkan rakyatnya, kalau begitu. Mereka malah sibuk memikirkan bagaimana cara balas dendam pada saingannya...” timpal mang Elon.

Mendengar obrolan tersebut, saya hanya mampu mengurut dada. Rakyat di pelosok saja sudah bisa menilai sikap Presidennya ternyata. Presiden itu notabene seorang pemimpin sebuah negara. Kalau watak dan sikap pemimpinnya seperti itu, maka kesimpulan ahir tentang kondisi negaranya pun ada di pundak Presidennya memang.

Pantesan saja Indonesia sampai sekarang  seperti ini... ***

* Serial Obrolan di Warung Kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline