Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Apa Iya Jokowi Presiden Boneka?

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lagi-lagi sebutan sebagai ‘Boneka’ kepada Presiden Joko Widodo mencuat kembali. Kali ini yang ngomong adalah Direktur Polltracking, Hanta Yudha. “Kalau Jokowi tidak mampu mewujudkan program yang bakal mendapat dukungan publik, terutama dukungan rakyat yang selama ini meragukan kepemimpinannya, karena dianggap tidak memiliki ketegasan dan hanya sebagai 'presiden boneka' saja”.

Begitu.

Sebelumnya, jelang Pilpres Juli lalu, Prabowo dan kroninya yang jadi rival Jokowi ketika itu, adalah orang pertama yang menyebut Jokowi sebagai Capres Boneka. Bisa jadi ketika itu mereka menuding mantan Walikota Solo tersebut ‘dimainkan’ oleh dalang yang tak lain adalah Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarno Putri.

Memang betul, Jokowi saat menjadi Walikota Solo, kemudian jadi Gubernur DKI, dan sekarang ini menjadi Presiden RI yang ke-7, mendapat dukungan dari partai berlogo kepala banteng hitam dengan moncong putih. Secara otomatis berdasarkan restu Megawati.

Akan tetapi tatkala tiga jabatan tersebut dilakoni Jokowi, bukankah karena atas pilihan rakyat. Sedangkan PDIP hanyalah perahunya semata.  Coba tanya pada rakyat yang memilih Jokowi saat Pilpres lalu, apa iya disuruh Megawati harus memilih sosok bertubuh ‘kerempeng’ itu ?

Bahkan ketika Pilpres lalu, banyak orang yang semula tidak suka pada PDIP, juga terhadap Megawati sendiri, tiba-tiba berbalik seratus delapan puluh derajat. Karena PDIP mengusung Jokowi sebagai Capresnya. Dan terbukti memperoleh kemenangan.

Mengapa mereka memilih Jokowi, alasannya karena paling tidak Jokowi akan mampu menjawab harapan rakyat. Sebagaimana yang sudah dilakukannya di Solo dan DKI Jakarta. Jokowi memang tidak hanya bicara belaka, tapi mau langsung bekerja.

Memang tidak sedikit orang yang merasa tidak puas. Tapi di negara dengan sistem demokratis hal itu merupakan sesuatu yang wajar. Malahan karena merasa tidak puas, tidak menutup kemungkinan dari mereka yang  memandang negatif terhadap Jokowi, disebabkan juga ada rasa iri di hatinya, karena merasa punya saingan, atau pula karena merasa ‘lahan’ yang selama ini jadi incarannya direbut oleh manusia dari Solo ini.

Barangkali sudah hukum alam juga memang. di samping banyak yang menyukai, sudah pasti muncul juga yang benci setengah mati. Hanya saja kalau sampai disebut ‘boneka’, rasa-rasanya sudah kelewatan juga.

Di Indonesia ini boneka identik dengan wayang memang. Wayang golek di Tatar Sunda, dan wayang kulit di Jawa Tengah. Sementara boneka barbie, ya punya orang bule sana. Dan yang namanya wayang dapat ‘hidup’ karena peran Sang Dalang. Demikian juga boneka, biasanya hanyalah alat permainan bocah perempuan saja.

Sehingga bila dikatakan kelewatan, iya memang. malahan mereka yang mengatakan begitu, tidak hanya menuding Jokowi sebagai boneka, tetapi Megawati pun dianggapnya pula sebagai bocah yang sedang asyik bermain boneka.

Hanya saja untungnya Jokowi bukan tipe manusia gampang marah. Jokowi justru seorang berhati bersih dan pemaaf. Buktinya Prabowo saja didatangi ke rumahnya. Jokowi langsung mengulurkan tangan. Dan memaafkan rivalnya tersebut.

Demikian juga terhadap tukang tusuk sate yang baru-baru ini lumayan menghebohkan. Karena telah mengunggah gambar berbau pornografi  dengan wajah Jokowi dan Megawati di laman Facebooknya. Dan selanjutnya tukang tusuk sate itu ditangkap Polisi. Jokowi secara pribadi sudah memaafkannya. Sementara yang ‘kebakaran jenggot’, tampaknya malah orang yang bernama Fadli Zon.

Kemudian bila Hanta Yudha mengatakan di mata publik yang meragukannya Jokowi tidak tegas, sepertinya hal itupun suatu yang wajar pula. Namanya juga publik yang biasa melihat dengan kacamata minus, segala perbuatan orang yang dibencinya pasti selalu negatif.

Padahal usai dilantik saja, kita membaca dan mendengar kalau Malaysia langsung membongkar bangunan Mercusuarnya yang ada di dalam wilayah  teritorial RI. Padahal semasa pemerintahan SBY, Malaysia adem-ayem saja tampaknya. Begitu juga saat menerima kedatangan PM Australia, dengan tegas Jokowi mengatakan minta saling menghormati kedaulatan negara masing-masing. Hal itu pertanda Jokowi memiliki wibawa yang lumayan di mata negeri jiran itu.

Sedangkan program ekonomi yang prorakyat, belum juga satu bulan - apalagi  seratus hari dari pelantikan, mana rakyat bisa merasakannya. Wong di dalam pemerintahannya saja baru berbenah. Tapi paling tidak seperti jelang kenaikan BBM saja, sistem dan mekanismenya sudah mulai disusun. Begitu juga yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan. Siap meluncur KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat).

Walhasil, sebaiknya wait and see saja. Kalau nanti tidak terbukti, baru ngomong. Silahkan mau menghujat juga. Tokh itu hak setiap orang. Hanya saja dosanya ditanggung sendiri. Sekalian dosa-dosa yang kalian hujat ditanggung juga.

Wassalam. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline