Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Jangan Sampai Muncul Lagi Ungkapan Maling Teriak Maling

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

9 Desember adalah Hari Antikorupsi Sedunia. Sebagaimana hari ini, masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan banyak yang menyambutnya dengan berbagai cara. Tak ketinggalan Presiden Jokowi pun ikut memperingatinya di Yogyakarta.

Semangat pemberantasan korupsi di Indonesia secara nyata baru dimulai pasca reformasi, setelah dibentuknya Komisi Pemberntasan Korupsi (KPK) pada tanggal 16 Desember 2003, di era pemerintahan Presiden Megawati. Hingga sekarang ini, meskipun belum dianggap memuaskan, akan tetapi upaya pemberantasan kejahatan yang merugikan anggaran negara, dan menyengsarakan rakyat itu terus berjalan seiring banyaknya pelaku korupsi yang ditangkap dari berbagai kalangan, baik politisi maupun oknum birokrasi sendiri.

Hal itu bisa jadi dengan adanya transparansi dan sikap independensi dari lembaga antirasuah itu sendiri, sehingga masyarakat pun mendukung kinerja KPK sepenuh hati. Terbukti dengan munculnya berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan aktivis pegiat antikorupsi cukup membantu KPK dalam mengungkap praktik kejahatan yang dianggap luar biasa, dan sudah mewabah sejak lama di indonesia ini.

LSM yang dianggap paling depan dalam membeberkan berbagai kasus korupsi di Indonesia ini antara lain Indonesian Corruption Watch (ICW) yang dimotori pertama kali  oleh Teten Masduki, lalu Pukat UGM (Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada).

Dalam kegiatannya pun, kedua LSM tersebut dianggap cukup kredibel dan mampu mengedepankan asas keterbukaan. Seperti misalnya saat ICW mendapat tudingan dibiayai oleh pihak asing, maka dengan gamblangnya pihak ICW sendiri membeberkan dana operasional kegiatan mereka selama ini.

Semangat masyarakat pegiat antikorupsi itu sendiri yang banyak bermunculan di berbagai daerah, baik di ibukota provinsi, kabupaten, maupun kota, dan sepertinya mengekor ICW juga dengan menambahkan CW di belakang nama suatu Ibukota provinsi, atau kabupaten/kota. Hanya saja eksistensi dan kegiatannya, termasuk dana operasionalnya belum ada kejelasan berasal dari mana – sebagaimana ICW telah melakukannya.

Bahkan ada sinyelemen buruk terkait kegiatan pegiat antikorupsi di beberapa daerah, konon temuan kasus dugaan korupsi yang ditemukannya justru digunakan untuk mendapatkan imbalan dari terduga pelaku korupsi itu sendiri. Bisa dikatakan modusnya seperti yang dilakukan @Trio Macan yang menghebohkan beberapa waktu ke belakang. Sehingga ungkapan ‘maling teriak maling’ pun beredar di tengah masyarakat. Dan persepsi aktivis pegiat antikorupsi menjadi tercoreng, tentu saja.

Hal seperti itulah sudah tentu merupakan preseden buruk bagi masyarakat  pegiat antikorupsi, niat baik dan suci mereka dikotori oleh oknum-oknum yang memanfaatkan dengan mendompleng nama besar – seperti ICW,  hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Maka sinyalemen tersebut perlu disikapi dengan sungguh-sungguh oleh aktivis pegiat antikorupsi yang masih berjalan di atas rel yang ‘benar’. Jangan sampai suatu saat nanti ikut kena imbasnya, dianggap sama dengan oknum-oknum pegiat antikorupsi yang justru malah ibarat maling teriak maling.

Semoga. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline