Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Kegagalan dan Kelemahan Ahok Ketika Memimpin Jakarta

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, memang sosok fenomenal sebagaimana dikatakan banyak orang. Sikapnya yang cepat tanggap, langkah kakinya saat berjalan seperti  seorang atlet yang sedang adu-cepat, merupakan salah satu ciri khas sosok yang biasa dipanggil Ahok tersebut. Sikap kalem ala gaya ningrat yang sok aristokrat, atawa jaim – sebagaimana istilah sekarang, hanya demi dipandang orang sebagai pemimpin yang memiliki wibawa, tampaknya tidak ada sama sekali di dalam kamus hidup hari-hari yang Ahok jalani. Begitu juga  dengan gaya bicaranya yang polos dan ceplas-ceplos, malah terkadang kalau sedang berang karena suatu masalah,  volume suaranya terdengar bernada tinggi dan juga rada-rada nyerocos.

Karena sikap dan gaya bicaranya itu pula sampai menimbulkan sikap  pro dan kontra. Sebagian masyarakat ada yang suka dengan sikap ‘nyeleneh’ dari Gubernur berdarah keturunan warga minoritas ini, dan sebagian lagi justru merasa jengah dan tidak menyukainya. Sebagaimana yang pernah dilontarkan seorang politikus PPP, Haji Lulung suatu ketika. Bahkan karena Ahok sebagai penganut agama Kristiani juga, sekelompok warga yang dimotori ormas FPI dengan kerasnya menolak sosok seorang kafir – seperti dikatakan mereka, dilantik jadi Gubernur DKI Jakarta. Dan belakangan kelompok yang satu ini sampai melangkah sangat jauh, yaitu dengan mengangkat seseorang untuk dijadikan sebagai Gubernur tandingan.

Terlepas dari hal tersebut, dan masih terkait sikap kepemimpinan sosok Ahok ini, selain ‘nyeleneh’, alias tidak sebagaimana biasanya seorang kepala pemerintahan yang seringkali bergaya sebagai seorang raja di jaman baheula, Ahok pun ternyata tidak sungkan-sungkan mengakui berbagai kegagalan dan kelemahannya selama memimpin warga DKI Jakarta.

Sebagaimana biasa gaya bicaranya, Ahok mengakui dengan terus-terang, bahwa masih banyak program yang gagal dilakukan sepanjang tahun ini. Kegagalan program tersebut, ujar dia, kebanyakan disebabkan oleh pengadaan barang dan jasa melalui e-catalog.

Menurut Ahok, Pemerintah Provinsi DKI belum mampu menambah jumlah bus Transjakarta. Pada tahun ini, DKI membatalkan rencana pembelian lantaran tender pengadaan bus tahun sebelumnya bermasalah. Bus yang dibeli justru rusak sebelum digunakan. Nantinya, pembelian bus hanya akan dilakukan oleh PT Transportasi Jakarta selaku operator mulai 2015. "Pembelian bus belum beres," katanya.

Dari sisi pembangunan infrastruktur, ujar Ahok, target jalan tanpa lubang atau zero hole juga gagal terpenuhi. Dalam kasus tersebut, ia menyebut Dinas Pekerjaan Umum tak bekerja maksimal menutup lubang yang ada di jalan raya. Selain itu, pemasangan turap-turap pada proyek normalisasi sungai menjadi utang yang harus diselesaikan tahun depan.

Demikian juga ihwal kelemahan dirinya yang seringkali dilontarkan kalangan yang selama ini bersikap antipati, yakni sudah cina kafir lagi, dengan legawa diakui Ahok sebagai ‘senjata ampuh’ mereka untuk menyerang dirinya.

Akan tetapi pengakuan jujur akan kegagalan dan kelemahan dari seorang Ahok pula, bisa jadi merupakan suatu hal yang baru pertama kali terdengar dari mulut seorang pejabat pemerintah. Biasanya kalaupun seluruh rakyat sudah mengetahui kegagalan dan kelemahan seorang pejabat, baik itu Bupati, Walikota, Gubernur, bahkan sampai seorang Presiden, maka pejabat itu justru lebih suka berbicara berbagai keberhasilannya – meskipun di mata rakyat dianggap keberhasilan semu sekalipun, daripada mengakui banyak kegagalan sebagaimana yang diucapkan Ahok sekarang ini.

Sehingga sikap Ahok tersebut sepertinya patut diacungi jempol. Suatu kejujuran, dan keterusterangan yang sekarang ini  sudah dianggap hal yang sudah langka, justru telah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta ini. Bagaimanapun Ahok telah bersikap ksatria, walau terasa pahit namun ia tetap mengatakan yang sesungguhnya. Bahkan dengan itu juga, Ahok sesungguhnya telah menerapkan asas transparannsi di dalam birokraksi sebagaimana yang menjadi tuntutan di era reformasi ini. dan sudah sepantasnya pula sikap Ahok ini ditiru pula oleh para pemimpin lain, hususnya  para pejabat pemerintah, mulai tingkat paling atas sampai yang terbawah di negeri ini. Sekalipun datangnya dari seorang Cina dan kafir pula sosok seorang Ahok ini.

Semoga. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline