Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, bisa jadi merupakan dua sosok perempuan di Kabinet Kerja Jokowi-JK yang banyak mendapat perhatian. Dalam kinerjanya, tentu saja. Karena menteri merupakan pembantu utama Presiden dalam mengelola negara. Sehingga baik-buruknya pemerintah dalam pengelolaan suatu bidang tertentu, akan bergantung pada mampu atau tidaknya menteri yang bersangkutan melaksanakan tugas yang diembannya, dan tepat atau tidaknya Presiden sendiri ketika menunjuk pembantunya itu.
Semula banyak pihak yang meragukan kemampuan Susi Pujiastuti sebagi Menteri KKP. Meskipun yang bersangkutan sudah mendapat kesuksesan dalam mengelola bisnis yang digelutinya selama ini, tapi Susi dianggap tidak layak dalam memimpin sebuah kementerian. Salah seorang pakar kelautan dari ITB ketika itu malah sampai mencibirnya, dan melontarkan kata-kata yang bernada merendahkan. Selain itu Susi pun dianggap gaya hidupnya cuek dan urakan, sekolahnya pun hanya sampai kelas dua SMA saja.
Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, sosok perempuan anak pantai Pangandaran, Jawa Barat ini ternyata mampu membungkam orang-orang yang pernah meragukan dan menghinanya. Bahkan sebaliknya, kinerja Susi dalam memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membuat berbagai gebrakan yang banyak mendapat dukungan berbagai kalangan. Adapun gebrakan yang dianggap paling fenomenal adalah menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing. Selain itu juga Susi memiliki target yang cukup mencengangkan, yakni meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan akan naik 508 persen di 2015 nanti. Sedangkan pada 2014 ini target PNBP 2014 mencapai Rp 250 miliar dan pada 2015 angkanya bakal mencapai Rp 1,27 triliun.
Sedangkan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, yang nota bene anak pasangan Ketua Umum PDIP, Megawati – Taufik Kiemas (Alm.), jauh-jauh hari sebelum Kabinet Kerja diumumkan Presiden Jokowi, memang telah diprediksi banyak kalangan untuk duduk di jajaran menteri. Meskipun demikian, tak sedikit pula yang memiliki anggapan kalau pengangkatan Puan merupakan politik ‘balas budi’ dan hanya semata praktik transanksional mantan Walikota Solo belaka terhadap induk semangnya, PDIP. Rekam jejak Puan selama ini masih dianggap di bawah standar elit nasional. Belum ada catatan ‘sukses’ yang signifikan. Puan hanya mendompleng popularitas ibunya saja. Begitu yang dikatakan banyak kalangan.
Demikian juga saat menjadi ‘pembantu’ Jokowi sekarang ini, sosok yang pernah keliru dalam menyebut urutan butir Pancasila dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta ini, sepertinya jauh beda dengan Menteri Susi Pujiastuti. Terkesan sebagaimana biasa seperti sebelumnya. Bahkan belum lama ini melalui akun @PuanMaharani25 , ada cuitan yang jadi bahan ledekan, karena Putri mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini menyebut Banjarnegara, kabupaten yang baru-baru ini dilanda bencana tanah longsor, ada di Jawa Barat. Terlepas pihak PDIP sendiri kemudian membantah akun tersebut bukan milik Puan Maharani. Sedangkan yang paling mendapat perhatian, adalah saat Puan mendapat kritikan dari pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, terkait payung hukum program Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera (KIS, KIP, dan KKS). Ketika itu Yusril sampai menyebut Puan sebagai yang tidak paham permasalahan.
Oleh karena itu di momen 100 hari pemerintahan Jokowi-JK sekarang ini, ada baiknya untuk kembali melakukan peninjauan ulang seluruh jajaran ‘pembantunya. Apakah di antara mereka masih ada yang belum mampu memenuhi kriteria yang sejak awal telah ditentukan. Adakah di antara mereka yang tidak sanggup menjawab tantangan untuk bekerja secara total. Andaikan dalam kenyataannya masih banyak ditemukan menteri-menteri yang demikian, andaikan Jokowi melakukan reshufle-pun sepertinya tidak diharamkan.
Bagaimanapun alangkah tidak eloknya jika program Revolusi Mental yang digembar-gemborkan, akan terganjal hanya oleh kinerja menterinya yang langkahnya bak keong saja ,dan tidak sanggup memaknai kerja total yang menjanjikan harapan.
Termasuk dua Ibu menteri ini. Apakah di antaranya masih layak jadi ‘pembantu’ Jokowi-JK, atawa lebih baik mengurus keluarga dan rumah tangganya saja ? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H