Pertanyaan itu muncul saat berada di pematang sawah. Sekitar pukul sembilan. Kebetulan para buruh tani yang sedang sibuk mencangkul sawah ketika itu sedang istirahat untuk sarapan. Persoalannya diawali dari lauk dan nasi antaran. Kebetulan istri saya dari pasar membeli ikan tongkol segar, dan diolahnya dengan masakan ala Padang.
Salah seorang buruh tani yang sedang menikmati hidangan, tiba-tiba nyeletuk kalau nasi dan lauknya sangat cocok dengan suasana. “Edun euy, nasi dari padi yang baru dipanen ditambah dengan ikan laut yang dimasak pedas. Pokoknya pas!”
“Pasti ikan kiriman dari Pangandaran, ya. Tempat asal Menteri Susi tea ?” yang lain menimpali.
Tampak dari pembicaraan selanjutnya di antara mereka, sepertinya ada kebanggaan tersendiri terhadap Menteri yang satu ini. Bisa jadi selain sama-sama warga Jawa Barat, kinerja Susi Pudjiastuti pun tampaknya telah berkenan di hati para buruh tani ini.
“ Tapi ngomong-ngomong, siapa sih menteri pertanian dan menteri kehutanan sekarang ? Kalau saja dua menteri itu seperti Bu Susi, mungkin nasib para petani pun tidak akan terus begini. Akan ada perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Sebagaimana para nelayan yang mendapat perhatian lumayan besar dari Menteri asal dari Pangandaran itu... “
Mendengar obrolan itu, saya pun hanya bisa tersenyum kecut.
Sungguh. Magnet Susi Pudjiastuti demikian kuatnya menyedot perhatian semua pihak, hususnya dalam penenggelaman kapal asing yang melakukan praktik illegal fishing. Termasuk Presiden jokowi sendiri yang memberikan dukungan begitu tinggi. Padahal pemerintahan Jokowi-JK konon punya gawe lain dalam upaya meningkatkan kesehjahteraan rakyat Indonesia. Salah satunya adalah menjadikan kembali indonesia ini dalam kurun tiga tahun ke depan sebagai negara yang mampu berswasembada pangan. Dalam hal ini adalah beras, tentu saja.
Sehingga untuk mendukung program tersebut Jokowi akan membangun banyak waduk sebagai penampung air, dan saluran irigasi primer dan sekunder untuk mengalirkan air dari waduk-waduk tersebut ke areal pesawahan.
Hanya saja sepertinya Jokowi belum pernah terdengar bicara perihal hutan. Padahal hutan memiliki fungsi di antaranya sebagai tempat menyimpan, mengatur, dan menjaga persediaan dan keseimbangan air di musim hujan dan musim kemarau. Maka percuma saja kiranya ingin berswa-sembada pangan, kalau hanya membangun waduk dan saluran irigasi saja, sementara hutan yang merupakan sumber dari mengalirnya air tak diperhatikan.
Oleh karena itu pemerintahan Jokowi-JK, melalui menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, andaikan saja – sebagaimana obrolan para buruh tani, memiliki sikap, dan etos kerja yang sama dengan menteri KKP, Susi Pudjiastuti, yang secara total melakukan pemberantasan para pencuri ikan, paling tidak memberantas illegal logging yang telah merusak hutan yang notabene merupakan ekosistem dari flora dan fauna yang memiliki andil besar dalam menunjang swasembada pangan, sudah tentu akan mendapat sambutan masyarakat sebagaimana yang terjadi pada Susi Pudjiastuti.
Penebangan hutan ternyata bisa membawa dampak yang sama bahayanya dengan polusi karbon, menurut sebuah penelitian yang terbit dalam jurnal pengetahuan Nature Climate Change.
Penelitian itu menyatakan pembukaan hutan dapat meningkatkan suhu udara global. Curah hujan di beberapa kawasan juga bakal menurun. Lokasi jatuhnya hujan pun bergeser dari tempat-tempat yang biasa. Pada akhirnya, sektor pertanian akan terusik. Menurut pegiat lingkungan, sudah selayaknya presiden Joko Widodo menaruh perhatian.
Laporan penelitian tersebut bertajuk “Efek Deforestasi Tropis terhadap Perubahan Iklim dan Pertanian.” Disebutkan, penebangan hutan di sebuah tempat dapat menghambat keberhasilan panen di pelbagai kawasan dunia. Artinya, semakin banyak lahan hutan yang dibabat di Indonesia, petani di Thailand mungkin bakal berpangku tangan menatap kegagalan panen padi.
Sebagaimana yang dikatakan Deborah Lawrence, profesor Pengetahuan Lingkungan di University of Virginia sekaligus kepala penulis laporan penelitian, bahwa Indonesia merupakan importir beras. Jadi, pemerintah sudah berupaya menyelaraskan kebutuhan akan pangan dan perlindungan hutan. Di lain sisi, pemerintah juga bergantung pada negara-negara tetangga.
Indonesia merupakan bagian dari jejaring raksasa pangan, yang terhubung satu sama lain. Meskipun Indonesia berusaha memperkuat ketahanan pangan, mungkin sekali penebangan hutan yang terlalu banyak malah dapat memicu pengurangan produktivitas pangan di berbagai tempat lain.
Sehingga dampak dari pembalakan liar dengan menebang pepohonan dengan cara ilegal dan sewenang-wenang itu tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja ternyata, negara yang berdekatan pun akan kena imbasnya juga.
Hallo, apa kabar Ibu Siti Nurbaya, apa di Jakarta baik-baik saja ? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H