Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

“Salah Sendiri, Kenapa Dulu Kamu Pilih Jokowi!”

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian kata seorang teman saat saya mengeluhkan kondisi negeri ini seusai membaca topik berita penangkapan wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto, oleh Bareskrim Polri. Mendengar komentar teman itu, saya pun hanya tersenyum kecut seraya menoleh ke arah orang tersebut.

Sungguh. Saya tak mau melayani komentarnya itu. karena tak akan menyelesaikan masalah. Bahkan malah hanya akan menambah masalah saja. Saat Pilpres 9 Juli 2014 lalu, di lingkungan kantor kami sebagian besar tidak mendukung pasangan Jokowi-JK memang. Sedangkan saya yang sejak awal sudah nawaetu, tanpa sungkan-sungkan lagi menyatakan diri sebagai pendukungnya Jokowi. Dan Alhamdulillah, pengikut saya sampai Pilpres selesai tidak bertambah, atau pun berkurang: Tetap hanya satu orang, seorang perempuan muda dari bagian keuangan.

Euforia kemenangan yang saya rasakan adalah ketika KPU mengumumkan perolehan hasil suara hingga pelantikan Presiden/Wakil Presiden terpilih saja – plus gebrakan yang dilakukan menteri Susi Pudjiastuti saja tampaknya. Teman-teman di kantor tak lagi ada yang menyindir, atau sampai nyinyir seperti sebelumnya, dan setelah momen-momen yang dikatakan di atas itu. karena usai semua itu, hampir saban hari kuping saya seringkali merasa jadi panas memerah bilamana mendengar komentar teman-teman dengan pemberitaan terkait sikap Presiden ketujuh yang saya dukung itu.

Ya, mulai dari pembentukan kabinet yang semula dijanjikan akan bebas dari politik transaksional, dan lebih mengedepankan profesional, ditambah dengan akan ramping sesuai dengan bentuk tubuh Presiden sendiri, tapi dalam kenyataannya podo wae seperti pemerintahan sebelumnya. Berlanjut dengan berbagai hal terkait rencana ‘bersih-bersih’ di BUMN – terutama di Pertamina berikut anak perusahaannya yang diduga sebagai kandangnyanya mafia, yang dalam kenyataannya sama sekali tidak ada kejelasan. Lalu masalah kenaikan harga BBM yang di dalamnya ada konpensasi seperti pemerintahan sebelumnya, dan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Dan baru-baru ini terkait pengangkatan Komjen BG sebagai calon tunggal Kapolri yang oleh lembaga antirasuah ditetapkan sebagai tersangka, sampai ahirnya baru-baru ini wakil ketua KPK Bambang Wdjojanto ditangkap Bareskrim Polri, terus terang saya di kantor selalu saja mendapat ‘serangan’, baik sindiran, maupun cemoohan dari banyak teman-teman.

Hanya saja sampai sekarang,  Alhamdulillah saya masih mencoba untuk tabah. Bagaimanapun bagi saya memilih Jokowi merupakan suatu konsekwensi dari sebuah pilihan. Awal mulanya terus terang, berangkat dari kebiasaan banyak membaca media memang. Saya terbius oleh warta tentang sosok wong Solo tersebut.  So, saya korban berita ?  Oh. No! Terlepas dari warta yang saya baca, hati saya merasa Jokowi adalah pilihan saya.

Lalu jika sekarang keadaannya seperti ini, apa boleh buat sebagai bentuk tanggung jawab dari pilihan hati, saya tak akan berhenti untuk terus berteriak mengingatkan Jokowi supaya jangan lupa dengan janji-janjinya.  Parpol itu cuma perahu saja, Bung. Suara rakyat – termasuk satu di antaranya adalah suara saya, adalah yang mengantarkan Jokowi ke Kursi RI 1. Ingatlah selalu itu.

Semoga saja Jokowi tidak menderita amnesia, atau paling tidak jangan sampai buta dan tuli ... ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline