Sejak kecil, atau tepatnya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), kita biasa di ajarkan dalam mata pelajaran sejarah bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 3.5 abad, menyebabkan banyak eksploitasi baik SDM apalagi SDA-nya, sehingga kesannya penjajah tidak menimbulkan keuntungan apapun untuk yang dijajah. Kemudian berlanjut ke masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Atas (SMA) kita semakin mengenali sejarah bangsa, terlebih terpatri dalam Pembukaan UUD 1945, terkait penjajahan yang dinilai tidak berprikemanusiaan. Kalau kita sedikit berfikir positif, khususnya untuk Indonesia, terlepas dari beragam kerugian baik materiil maupun non-materiil yang ditimbulkan dari penjajahan, kita juga patut ber'syukur' karena dengan adanya penjajahan, kita dapat merasakan kemajuan dalam beragam aspek.
Penjajahan yang terjadi di Indonesia sangat identik dengan ekspolitasi, meskipun tujuan kuno-nya adalah untuk penyebaran agama, dan ekspansi wilayah jajahan. Sebagai negara yang terjajah dan tertekan, sudah pasti banyak terjadi perlawanan, dan tercatat dalam sejarah perjuangan menunjukkna keberhasilan datang dari kalangan terpelajar yang merasa bahwa sudah waktunya kemerdekaan dan kedaulatan negara ditegakkan. Beranjak dari catatan sejarah ini, pendidikan zaman kolonial yang diberikan kepada kaum pribumi ternyata menjadi senjata ampuh untuk melakukan perlawanan, dimulai dari penyadaran secara menyeluruh tentang pentingnya kemerdekaan. Dengan didirikannya beberapa sekolah, sebagai contoh STOVIA yang kini menjadi FK-UI di Salemba, adanya transfer ilmu dari para kaum penjajah ke mereka yang dijajah, menjadi titik awal berkembangnya ilmu pengetahuan. Seandainya, tidak ada tekanan maka tidak timbul tuntutan dan perubahan pun sulit terjadi. Singkat kata, kita pun seharusnya diajarkan sisi positif dari terjadinya penjajahan, karena sejarah, baik buruknya harus dipandang positif untuk menjadi pemebelajaran dihari depan.
Kemudian perpindahan penduduk (migrasi), kita patut bersukur, dengan diperkenalkannya pemerataan penduduk zaman kolonial, kini kita dapat merasakan manfaatnya. Meskipun perpindahan sekelompok orang dari suatu tempat ke tempat lain bukanlah konsep baru, karena sejak zaman purba telah dikenal perpindahan demikian (red: nomaden). Namun, kesadaran bahwa diperlukannya penyebaran penduduk untuk juga mendukung pembangunan yang merata dilakukan saat negara kita dijajah, walaupun ternyata tujuan mulia itu tidak murni untuk balas budi, tetapi juga untuk melengkapi kebutuhan negara penjajah itu sendiri. Irigasi atau perairan pertanian, juga menimbulkan dampak positif pada diperkenalkannya kita dengan beragam tanaman yang cocok untuk tiap daerah, yang kemudian mempermudah kita untuk mengembangkan pertanian unggul, perkebunan dengan tanaman yang sesuai dengan daerah tanam dsb.
Dalam bidang transportasi, seandainya tidak ada kewajiban pembuatan jalur kereta api, apakah kemudahan yang kini dirasakan dapat cepat berjalan, bahkan perbaikan saja sulit dilakukan, apalagi untuk membuat inovasi. Meskipun beragam argumentasi bahwa seharusnya Indonesia mendapatkan lebih dari apa yang ada, karena korban dan kerugian yang didapatkan dirasakan tidak sebanding, tetapi tidak sepatutnya penjajahan diperkenalkan hanya dari sisi negatifnya saja, seharusnya sejarah diajarkan dua sisi, sehingga memperkaya sudut pandang dan perspektif yang ada. Bukan me-leading terjadinya opini searah, kalau alasannya adalah untuk menjaga stabilitas negara, sepertinya modifikasi sejarah bukan jalan yang bijak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H