Lihat ke Halaman Asli

Arry Azhar

Pembelajar

Dari Buku ke Pena : Perjalanan Membaca yang Mengubah Hidup

Diperbarui: 23 Januari 2025   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat memberi materi membaca itu keren (Sumber: pribadi)

Gemar membaca sudah menjadi kebiasaan saya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Namun, pada masa itu, saya kesulitan mendapatkan buku bacaan yang sesuai dengan usia dan perkembangan saya. Pilihan saya terbatas pada buku-buku sastra milik ayah saya, seorang sopir bus malam yang gemar membaca saat libur kerja. Ayah sering membaca buku-buku sejarah seperti Api di Bukit Menoreh dan epos besar seperti Mahabharata serta Ramayana. Ketika beliau selesai membaca, giliran saya yang melanjutkan untuk membacanya.

Membeli buku saat itu adalah sebuah kemewahan yang belum bisa kami nikmati. Kondisi ekonomi keluarga kami tidak memungkinkan, sehingga ayah memanfaatkan perpustakaan untuk meminjam buku-buku yang ia baca. Kebiasaan membaca buku pinjaman inilah yang secara tidak langsung menanamkan kecintaan saya pada literasi.

Saat beranjak dewasa dan mulai kuliah di Fakultas Teknologi Informasi, saya akhirnya bisa menikmati lebih banyak pilihan buku. Perpustakaan kampus yang besar dan gratis menjadi surga baru bagi saya. Di sana, saya menemukan buku-buku yang berbicara tentang manusia, pendidikan, sejarah, hingga politik, semua tema yang saya minati. Koleksi perpustakaan tersebut tidak hanya memperluas wawasan saya, tetapi juga mengajarkan pentingnya disiplin, seperti mengembalikan buku tepat waktu.

Setelah mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, saya perlahan-lahan mulai membeli buku yang saya inginkan. Meski begitu, kebiasaan mengunjungi perpustakaan tetap saya pertahankan untuk menghemat biaya dan menemukan inspirasi. Bagi saya, buku bukan sekadar benda mati, melainkan sahabat sejati yang selalu ada di saat saya membutuhkan ketenangan. Membaca buku tidak hanya memberi kedamaian, tetapi juga membuka peluang dalam karier dan kehidupan, terutama setelah saya berkeluarga.

Kini, rumah yang saya tinggali bersama istri dan anak-anak saya dipenuhi dengan buku-buku. Sebagian besar koleksi adalah milik saya, meskipun istri dan anak-anak saya juga memiliki koleksi kecil mereka sendiri. Di tengah pilihan tontonan televisi yang terbatas, buku telah menjadi pelarian dan hiburan yang menyenangkan.

Pada tahun 2020, perjalanan membaca saya memasuki babak baru. Pertemuan dengan Prof. Imam Robandi, seorang guru besar ITS, menjadi momen penting yang mengubah cara pandang saya terhadap literasi. Beliau tidak hanya menginspirasi saya untuk membaca lebih banyak, tetapi juga memotivasi saya untuk mulai menulis. Melalui komunitas IRO yang beliau pimpin, banyak dari kami, termasuk saya, berhasil mengubah kebiasaan membaca menjadi menulis. Bahkan, beberapa teman komunitas telah menerbitkan buku mereka sendiri sebuah pencapaian luar biasa yang sangat menginspirasi.

Jika kita melihat keempat keterampilan berbahas; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, semuanya saling berkaitan. Membaca adalah fondasi, tetapi menulis adalah puncaknya. Pertanyaan yang muncul kemudian: di manakah posisi kita saat ini? Sudahkah kita melangkah lebih jauh dari sekadar membaca?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline