Lihat ke Halaman Asli

Waktu Niat Puasa Ramadhan Menurut Madzhab Maliki dan Syafi'i

Diperbarui: 2 April 2024   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Puasa Ramadhan dianggap sebagai kewajiban suci dan salah satu pilar penting dalam agama Islam. Ini bukan hanya tentang menjalankan ibadah, tetapi juga menjadi salah satu tanda identitas yang besar bagi umat Muslim. Dalam praktiknya, puasa adalah sebuah bentuk ibadah yang agung yang hanya Allah SWT yang mengetahui seberapa besar pahalanya. Selain itu, bagi orang yang menjalankan puasa, mereka merasakan dua kebahagiaan yang unik: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat beribadah dan bertemu dengan Sang Pencipta.

Puasa melibatkan proses pengendalian internal yang melibatkan bagian-bagian tubuh secara holistik. Ini meliputi usaha untuk mencapai keheningan dan kedalaman batin, sehingga seseorang dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang hakikat keberadaan. Selama puasa, organ-organ tubuh seperti usus dan urat syaraf dilibatkan dalam meditasi, perut dilatih untuk bersabar, dan keseluruhan tubuh, baik fisik maupun spiritual, terlibat dalam proses transformatif yang mendalam. Tujuannya adalah untuk mencapai kekosongan yang memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan kebenaran sejati atau hakikat yang lebih tinggi.

Orang yang melaksanakan puasa, sebagaimana mereka yang menunaikan shalat, zakat, dan haji, pada hakikatnya sedang berjuang untuk keselamatan alam semesta dan kesejahteraan seluruh umat manusia. Zakat mendorong distribusi kekayaan yang lebih adil dan sosial, sementara shalat membantu menjaga keseimbangan dan harmoni dalam tatanan kosmologis. Sementara itu, puasa membantu memperbaharui kondisi dan martabat manusia dari segala hal yang palsu dan tidak esensial, menuju kehidupan yang berakar pada nilai-nilai yang sejati dan sesuai dengan rencana Allah. Ibadah haji, di sisi lain, menjadi sebuah perayaan rohani yang merayakan keselamatan dan kemenangan spiritual. Setiap ibadah dalam Islam, termasuk puasa, memiliki ribuan fungsi, nilai, makna, dan hikmah yang tertanam di dalamnya, yang semuanya mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan sesama makhluk-Nya.

Kewajiban puasa telah dikukuhkan dalam Al-Quran, Sunah, dan ijmak.

Dalam Al-Quran, Allah SWT. Berfirman:

  • يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ  

Terjemahnya :"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(QS. Al-Baqarah {2}: 183)

Ayat ini diturunkan pada bulan Sya'ban tahun ke-2 H dan menyerukan kepada orang-orang mukmin. Pada tahun tersebut, umat Islam secara resmi diwajibkan untuk berpuasa selama bulan Ramadhan. Makna dari ayat ini menunjukkan dua hal: pertama, bahwa puasa diwajibkan hanya bagi orang-orang mukmin karena iman merupakan dasar dari perintah tersebut. Kedua, puasa dianggap sah karena didasarkan pada iman, sehingga pahala dari Allah diperoleh melalui pelaksanaannya. Dengan demikian, puasa bukan hanya sekadar kewajiban formal, tetapi juga merupakan manifestasi dari iman yang mendalam dan ketaatan kepada Allah.

Niat dalam menjalankan suatu ibadah adalah aspek yang sangat penting karena menentukan kualitas dan nilai dari ibadah seseorang. Hal ini juga berlaku dalam pelaksanaan ibadah puasa, baik yang wajib maupun sunnah. Sebagai mana Hadits nabi:

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh 'Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju." (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline