Lihat ke Halaman Asli

ARIF R. SALEH

TERVERIFIKASI

SSM

Milenial, Pandemi, dan Momentum Kendali Sejarah

Diperbarui: 23 September 2020   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien suspect virus corona atau Covid-19 di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Kamis (9/9/2020). Petugas administrasi TPU Pondok Ranggon mengatakan saat ini jumlah makam yang tersedia untuk jenazah dengan protokol COVID-19 tersisa 1.069 lubang makam, dan diperkirakan akan habis pada bulan Oktober apabila kasus kematian akibat COVID-19 terus meningkat. (Foto: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

"Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan meski selangkah pun" - Sukarno -

Perkembangan Riil Covid-19

Kita bicara data riil. Singkirkan sementara debat Covid-19 antara ada dan tiada. Hanya akan menambah terkurasnya energi dan pikiran yang tiada guna.

Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus terkonfirmasi 1 September 2020 menyentuh angka 2.775. Tanggal 10 September 2020, bertambah menjadi 3.861. Menembus angka 4.168 pada tanggal 19 September 2020. Sempat sedikit menurun ke angka 3.989 pada tanggal 20 September 2020.

Perkembangan kasus terkonfirmasi yang fluktuatif. Cenderung meningkat dan mungkin akan terus meningkat. Dinukil dari megapolitan.kompas.com, bahkan di TPU Pondok Rangon, DKI, tanggal 10 September 2020 telah menguburkan 41 jenazah terpapar Covid-19. Rekor baru dalam satu hari.

Mengapa penyebaran virus korona cenderung meningkat? Mungkinkah karena ulah virus atau justru sikap dan pemikiran manusia sendiri sebagai penyebabnya? Menarik untuk kita ulas ulang.

3 Golongan Menyikapi Pandemi Virus Korona

Desember 2020, 3 bulan ke depan, virus korona akan genap 1 tahun terpampang di lembaran sejarah. Ibarat SpiderWebs, klaster korona merebak begitu masif. Membentuk jaring-jaring baru  dan terus menyebar ke seluruh negara yang ada.

Korban-korban berjatuhan. Mesin-mesin farmasi bergerak cepat mengantisipasi. Tetapi, masih kalah cepat dalam pertempuran frontal. Pertempuran yang belum pernah dibayangkan sebelumnya oleh makhluk bernama manusia. Berhadapan dengan musuh tak kasat mata.

Di Indonesia, merebaknya virus korona sempat melumpuhkan berbagai sendi kehidupan. Sosial ekonomi  masyarakat terdampak langsung. Himbauan “Stay at Home”, “Work from Home”, dan “Study from Home” betul-betul membuat ruang publik sempat senyap. Masih ingat khan?....

Pertokoan, tempat wisata, seluruh jenis transportasi sempat di “Lockdown”. Apron, garasi, pelabuhan dan lainnya menjadi tempat bagi alat transportasi untuk cukup nyenyak ditidurkan. Tetapi, menimbulkan kegelisahan dan keresahan bagi para pengusaha dan pekerja untuk mengais rejeki. Menyambung hidup yang biayanya tidak bisa ditunda dan dihentikan barang sejenakpun.

Sumber: Screenshot, covid19.go.id

Menyikapi fenomena pandemi virus korona, masyarakat ada yang percaya, ada yang tidak percaya, bahkan ada yang cuek bersikap. Setidaknya ada 3 golongan yang bisa ditemukan, bagaimana masyarakat menyikapi merebaknya virus yang belum ada vaksin dan obatnya ini.

Pertama, Golongan yang Percaya Covid-19 Ada. Golongan ini selalu mengikuti perkembangan kasus Covid-19. Baik melalui media elektronik maupun media lainnya.

Kelompok ini mudah dideteksi. Mereka sangat patuh dengan himbauan pemerintah. Setidaknya, himbauan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), mereka patuhi dan lakukan. Mereka sangat disiplin menjaga kesehatan diri dan keluarga. Bahkan tidak segan menegur pihak lain yang tidak melakukan 3M.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline