Tiba-tiba gelap menyergap. Hitam adanya. Purwa hanya mampu meraba, namun kosong. Tidak ada satupun benda yang mampu diraih.
Saat keadaan kembali terang, sinar lampu menembus ruang-ruang di dalam rumah. Aneh, ada hal ganjil dirasakan Purwa. Tapi, tampak nyata.
Purwa seakan ada di rumah yang diidamkan. Bukan rumah yang sudah tiga tahun dikontrak. Tetapi, serupa dengan rumah yang dibangun. Rumah yang akan ia tempati dan angankan di tanah kavling tengah sawah.
Bahkan, ruang tamu tempat ia berjejak persis yang diidamkan. Warna dinding nan putih dipadu dengan deretan kursi ukir jepara nampak padu dan eksotis. Dinding sebelah selatan, hanya dihias dua foto keluarga berbingkai pigura cukup besar.
Hening. Tak ada satupun suara binatang malam. Begitupun angin menyembunyikan wujud. Tak lagi menyapa di antara bulu-bulu kulit Purwa yang peka.
****
Bumi yang Purwa jejak bergetar. Dari ubin ruang tamu menyembul bermacamjenis ular. Mulai dari ukuran kecil hingga panjang sekitar dua meter.
Ular kobra, sawah kembang, kaber tanah, ular hijau dan jenis ular lainnya mengitari tempat Purwa berdiri. Purwa beringsut ke ruang tengah, di ruang inipun bermunculan ular-ular dari dari segala penjuru. Mendesis memecah hening malam.
“Aneh” Pikir Purwa tegak berdiri.
“Tidak ada yang aneh” Tetiba terdengar suara dari arah pintu ruang tamu.
Purwa menoleh. Dilihatnya orang tua yang hanya mengenakan celana pendek selutut. Berdiri tepat di pintu ruang tamu yang sudah terbuka lebar.