Lihat ke Halaman Asli

ARIF R. SALEH

TERVERIFIKASI

SSM

Tumbal

Diperbarui: 28 April 2016   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: e-kaki.net

Perempuan muda segera keluar lewat pintu belakang yang terbuka. Matanya tak berkedip mencari sesosok orang, yang sekilas dilihat di samping rumah bambunya. Ditolehnya arah kiri. Tak ada sosok itu. Hanya desiran angin ia rasakan dari semak belukar belakang rumahnya. Dilihatnya arah kanan. Masih tak ditemukan sosok yang ia cari. Hanya hamparan pasir dan bebatuan. Debu sedikit berhamburan diterpa angin buritan.

Dadanya berdegup. Agak cepat ia rasakan. Dengan perlahan dan berjingkat. Dilangkahkan kakinya ke belakang rumah bambu. Matanya membelalak tak berkedip. Sosok yang ia cari meringkuk kedinginan. Tanpa busana. Selembarpun tak melekat kain pada tubuh sosok menggigil. Sosok yang kedinginan.

“Siapakah bapak?” Tanya perempuan muda dengan suara lirih. Sosok lelaki ringkih itu masih meringkuk. Wajahnya ditelungkupkan pada dua tangan. Sementara tubuhnya semakin terlihat gemetar. Menahan dingin. Meski siang, gelap terselubung awan. Pertanda hujan akan turun.

“Pak…. Apa yang bapak cari? Siapakah Bapak?” Kembali perempuan muda bertanya.

Wajah sosok terangkat pelan. Diliriknya perempuan muda. Berdiri disamping kiri tubuhnya yang ringkih. Bibirnya yang pucat terlihat bergetar hebat.

“Tolong sampaikan pesanku”

Perempuan muda terkesiap. Sosok di depan sangatlah ia kenal. Sosok lelaki pencari bambu yang sering mampir ke gubuknya untuk minta air. Sekedar mengisi bekal minum, sebelum melanjutkan perjalanan memasuki hutan kaki hutan Raung. Mencari bambu untuk ia buat anyaman peralatan rumah tangga.

Ya…. Sosok lelaki itu adalah Pak Untung. Lelaki yang sudah seminggu lalu menghilang secara misterius. Tidak diketahui keberadaan dan jejaknya. Meskipun sudah dicari penduduk kampung sebelah dengan berbagai cara. Tetaplah hilang tak ditemukan. Seakan ditelan penguasa hutan rimba.

Perempuan muda masih diam tanpa kata. Matanya tetap tak berkedip. Memandang tubuh ringkih di depannya tanpa busana.

“Sampaikan pesanku kepada bapakku di kampung sebelah. Besok malam, tepat malam Jum’at Kliwon. Bawakan aku setusuk sate gagak hitam. Letakkan di bawah pohon beringin besar itu. Agar aku bisa pulang”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline