Lihat ke Halaman Asli

"Maaf, Tarif Listrik Naik, PLN Butuh Duit Bayar Hutang....."

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1402454442899260058

"Tarif listrik bakal naik bulan depan karena PLN butuh duit," begitu kata-kata yang saya kutip dari status Facebook Yahoo Indonesia. Terbesit dalam pikiran saya bahwa "duit" yang ditebalkan itu adalah "utang". Entah beberapa kali saya melihat artikel tentang BUMN yang satu ini menaikkan tarif listrik untuk bayar hutang-hutangnya, saya jadi terheran-heran.

Dan foto lain, tentang PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) juga terlilit hutang:

Yang lucunya adalah, ada jawaban status twitter dari salah satu PLN di daerah tertentu yang makin membuat saya tertawa-tawa dengan pelayanan BUMN yang satu ini:

Ya, beberapa dari perusahaan BUMN yang notabene jadi perusahaan monopoli karena undang-undang sendiri menulis "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." (pasal 33 ayat 3, kalau saya tidak salah). Dan karena hal ini, perusahaan-perusahaan BUMN negara kita ini  sendiri menjadi produk vital dalam negeri yang digunakan oleh hampir seluruh manusia yang tinggal di dalam negeri Indonesia ini. Oke, mari kita lanjut ke topik tentang hutang. Beberapa pertanyaan dari otak saya yang menurut saya menarik adalah: 1. Kalau anda berhutang, kenapa suruh rakyat yang bayar? Rakyat tidak menyuruh anda berhutang kok! 2. Loh, selama ini pajak yang kita bayar, devisa para TKI, itu semua ke mana? Kok minta duit lagi ke rakyat buat bayarin hutang kalian? 3. Ini malak, upeti, atau apalah istilahnya sehingga rakyat terpaksa menggunakan, dipaksa membayar, serta diwajibkan membayar kenaikan tarif demi hutang kalian? 4. Apa orang kurang mampu juga dipalak duitnya untuk bayar hutang kalian?? Pertanyaan yang menarik, kan? Saya sendiri juga bingung atas jawabannya. Tidak ada yang meminta perusahaan BUMN untuk berhutang. Rakyat juga tidak tahu kalau perusahaan-perusahaan itu berhutang. Dan lucu sekali ketika mereka meminta kenaikan tarif, apapun itu, air, listrik, jalan tol sekalipun yang diatasnamakan BUMN, dengan alasan bayar hutang. Coba dijawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun yang lebih hebat lagi adalah "permintaan maaf". Okelah untuk menyegarkan hati rakyat, "saya meminta maaf saya terpaksa harus merekomendasikan tarif listrik naik walaupun pelayanannya masih "do re mi fa sol" nilainya. Karena perusahaan butuh duit bayar hutang dan membangun pembangkit baru dan bla bla bla...." Setiap kali tarif akan atau sudah naik, hanya permintaan maaf yang keluar tanpa solusi untuk rakyat, pokoknya naik blehhh, karena butuh duit. Memangnya permintaan maaf bisa membangkitkan ekonomi UKM atau rakyat kecil lainnya? Perkataan maaf dan sabar selalu dikeluarkan, tanpa adanya solusi untuk rakyat. Masalahnya ada di mana? Duit pajak itu sama devisa TKI itu nguap kemana?? Korupsi. Budaya korupsi ini lhooo ampun deh. Mulai yang memakai pakaian alim, sampai yang berantakan, korupsi itu sudah berjamaah. "Ah nanti kalau ketangkep KPK bilang saja saya lupa, saya tidak ingat, gantung saya di monas, potong jari saya, ohhh saya di dzolimi!" lalu nanti di persidangan sambil make-up dan selfie pula karena hukumannya ringan, bahkan sampai sujud kepada Tuhan karena hukuman cuma 2 tahun. Ah gampang nanti kalau ketangkep KPK saya pakai hijab (maaf, tidak ada maksud mencela) saja supaya rakyat mengira saya tidak bersalah. Lho, Tuhan malah jadi tameng menutupi kejahatan, sadis. Tepok jidat deh. Beberapa kalangan tidak setuju hukuman mati karena hukuman seumur hidup akan lebih sakit. Namun saya malah berpikir hukuman mati justru lebih mempunyai efek jera. Kenapa? Karena hal berikut: 1. Memangnya pas korupsi mereka mikirin rakyat kelaparan? Memangnya keluarga mereka mikirin rakyat yang hidup di kolong jembatan? 2. Memangnya mereka masih bisa mikirin duit korupsi itu bisa mencukupi dana pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu? 3. Memangnya mereka masih mikirin Tuhan? Pas mau mati malah baru pada tobat, enak sekali. 4. Berapa ribu rakyat mati kelaparan, sakit dan bunuh diri karena tuntutan ekonomi? Masa kita menukarkan hidup seorang koruptor dengan nyawa (matinya) rakyat-rakyat kita?? Tidak adil. Lah jadi apa hubungannya tarif naik, hutang, dan korupsi? Kalau tidak ada korupsi setidaknya tarif listrik, air, tol, tidak akan naik tiga bulan sekali atau satu bulan sekali, bahkan bisa dua tahun sekali atau mungkin lama sekali baru naik. Monggo lihat lagi pertanyaan di atas. Saya sendiri menulis artikel ini sedih bercampur tawa sinis, kenapa rakyat yang disalahkan kalau BUMN berhutang? Kenapa menagih ke rakyat padahal rakyat juga tidak tahu BUMN berhutang? Seperti tetangga anda menagih uang ke anda, lalu anda bertanya, "Lah? Anak saya yang berhutang pada anda, kenapa saya yang ditagih??" Tagih saja ke para koruptor. Kan mereka uangnya juga uang negara, bisalah dipakai bersama. Hehe. Sekian dari saya, terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline