(i) lolongan
seharian ini, entah yang kali keberapanya kudengar suara lolongan dari luka hati yang perih;
luka sebagaimana luka yang membuat luka baru bagi yang mendengarnya;
sesorean ini lolongan itu muncul lagi; terdengar semakin panjang bersamaan dengan ratapan-ratapan yang meluruhkan rasa manusiaku, rasa yang membelenggu, membebat akal sehatku;
lalu, bagaimana mungkin mengabaikan lolongan yang memilukan dan mengilukan rasa itu; sementara hati serasa di-iris iris oleh ribuan sembilu yang tak bermata;
(ii) luka
mungkin,
seperti itulah rasa sakit dari luka yang menganga
luka di atas luka
luka yang tak meneteskan darah
luka yang tak akan pernah bisa terlampiaskan hanya dengan lolongan-lolongan, ratapan-ratapan;
(iii) labirin
bahwa, ketika memaknai hidup hanya sebatas apa yang terasa kemarin dan hari ini
maka tak ada artinya hari esok, lusa dan seterusnya
hidup tak sebagaimana yang kita bayangkan, sebagaimana bayang-bayang kita
seperti katamu beberapa saat yang lalu: "hidup saya adalah milik saya, sedemikian pentingkah hidup saya bagimu?"
tetiba, jantung ini serasa berhenti berdetak; kulihat bayang-bayang kegelisahan mengikuti langkahmu; menelan seluruh ragamu tanpa rasa iba sedikitpun.
bayang-bayang itu, kukejar; bayang-bayang itu, berputar-putar dalam lorong yang tak berujung; bayang-bayang itu, dalam sekejap moksa dari tempatnya semula datang
: tempat yang maha gelap;
(iv) harapan yang mati
pada harapan-harapan yang mengangkasa
pada cita-cita yang melambungkan rasa
pada beribu-ribu tuntutan hidup
kulihat engkau semakin terbenam di lumpur yang panas
lumpur yang menjerat