[caption caption="il - merdeka.com"][/caption]kepada anak-anak yang tergusur
digeser-geser, digusur-gusur dari tanahmya
dipaksa-paksa agar merasa terpaksa, terusir
mungkin ada perih; mungkin ada luka bernanah di dada
siapa yang mau peduli?
di tanah yang tergusur
anak-anak itu ikut tergusur dari hidupnya; dari sekolahnya
jangan tanya tentang kepedulian atau berbicara tentang rasa kemanusiaan
sebab di sana, di antara langkah kaki-kaki kecil mereka; yang ada hanyalah naluri hewani
naluri warisan kepurbaan rasa
jangan pula tanya siapa menggusur siapa
kerana, konon ini atas nama kepentingan pembangunan
kepentingan yang diadu; sebagaimana mengadu domba
antara derap sepatu lars dan sandal jepit
antara aparat dan kelas orang-orang terjepit
semua atas perintah si tuan, kata mereka
tuan yang meletakkan silet di ujung lidahnya
tuan yang memelihara harimau di bibirnya
lalu, siapa melawan siapa? "si lemah dan si kuat!"
ho ho ho itu cerita lama; cerita yang selalu berulang
duhai, anak-anak yang tergusur
jangan bertanya tentang penegakan hukum
sebab, hukum di sini ibarat sebuah pasar gelap
pasar yang menghalalkan segala perkara haram
pasar yang telah mengnazarkan agar perkara haram menjadi halal
duh, anak-anak yang tergusur
tinggalkan kegetiran pada aliran darahmu; lupakan bagaimana cara meratapi luka hati
sebab ratapanmu, kegetiranmu telah disetarakan dengan gas airmata
gas yang meletup-letup dari kerasnya popor senapan orang dewasa
gas yang meratatanahkan harapan-harapan masa kecilmu
kepada anak-anak yang telah tergusur
apakah kelak akan menggusur juga?
: "hanya semesta yang mahatahu"
■ sumur serambi sentul, 14/04/2016 ■
■ ©2016-arrie boediman la ede ■
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H