Lihat ke Halaman Asli

Jika yang Berwajib Demikian, Bagaimana dengan Masyarakat?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1301309737749956227

Baru-baru ini masyarakat kembali dikejutkan dengan adanya penangkapan Putri Ari Sigit. Masyarakat tentu mengenal siapa perempuan yang berusia 22 tahun ini. Ia tak lain adalah cicit dari mantan presiden Soeharto. Fakta bahwa ia seorang cicit dari mantan presiden yang pernah memerintah Indonesia selama 32 tahun itu menjadikan pemberitaan tentang Putri Ari Sigit sebagai suatu hal perlu untuk disimak.

Seperti yang diketahui, Putri Ari Sigit ditangkap Jumat (18/3) dini hari lalu ketika sedang melakukan pesta sabu-sabu bersama dengan 5 orang lainnya di Hotel Maharani, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Yang menarik adalah selain Putri, seorang anggota Polri berpangkat AKBP pun ikut diseret. Penangkapan ini bukanlah kebetulan semata terkait dengan keberadaan anggota Polri tersebut. Lebih dari itu, penangkapan tersebut disebabkan keterlibatannya dalam pesta sabu-sabu bersama Putri.

Fakta keterlibatan seorang anggota kepolisian ini memunculkan pertanyaan terkait dengan pelaksanaan tugas fungsinyanya sebagai alat negara. Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang bertugas dan berfungsi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dari uraian tentang tugas kepolisian ini sama sekali tidak terbaca bahwa pihak kepolisian bisa dengan semena-mena ikut terlibat dalam tindakan masyarakat yang kurang baik.

Keterlibatan perwira polisi berinisial SE ini menambah buruknya perilaku pihak kepolisian sebagai alat negara. Tentu saja perilakunya yang berpesta sabu-sabu bersama cicit mantan presiden Soeharto ini mendatangkan stigma dan pandangan buruk terhadap pihak kepolisian. Di satu sisi, SE bisa jadi memakai jabatannya untuk secara suka rela ikut berpartisipasi dalam pesta tersebut. Di sisi lain, SE memberikan contoh buruk terhadap masyarakat juga terhadap pihak kepolisian. Tentu saja perilaku ini tak perlu dicontohi karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan, terutama karena pemakaian jenis narkotika seperti sabu-sabu dilarang keras.

Seharusnya hal seperti ini dapat diantisipasi dengan kembali memperketat pengawasan terhadap setiap perwira kepolisian karena kejadian seperti yang dilakukan oleh SE sangat berpengaruh terhadap citra seluruh perwira kepolisian. Untuk itu, perlu kerja sama yang baik dari semua pihak agar hal seperti ini tidak lagi terjadi. Masyrakat pun demikian halnya. Kontrol masyrakat terhadap pihak-pihak berwenang seperti kepolisian ini bukan tidak mungkin dapat membantu pengawasan untuk tujuan baik bukan sebaliknya. Anggota masyarakat tidak seharusnya bekerja sama dengan pihak berwenang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Pesta sabu-sabu yang diikuti SE dan Putri Ari Sigit jelas merupakan tindakan pelanggaran hukum dan masyarakat tak perlu membuang waktu untuk mencontohi tindakan tersebut. Namun tentu saja, keputusan kembali berada di tangan masing-masing pribadi masyarakat itu sendiri. Yang jelas, sebagai masyrakat yang bijak kita patut memilih tindakan-tindakan mana yang harusnya baik untuk diikuti dan tindakan-tindakan mana yang tidak perlu diikuti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline