Lihat ke Halaman Asli

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tiga Puluh

~ Tombol Kendali Perubahan ~

Sejak kembali dari rumah sang Malim, Koma menjadi lebih pendiam, penyendiri, cenderung berkata-kata seperlunya. Dia menjadi gagap bila berhubungan dengan orang-orang, bahkan saat berhubungan dengan Asih dan keluarga Bi Tati. Tapi saat sendirian, Koma lebih cerewet, lugas, aktif mengoceh seperti tukang obat menjajakan dagangannya.

Setelah terkenal sebagai bintang Benjang, sedangkan dia bukan keturunan seniman Benjang, masyarakat menganggap Koma bocah ajaib yang dititisi roh leluhur, dan anggapan lain yang berhubungan dengan mistis. Tapi, orang-orang yang sering melihat bocah itu banyak bicara sendiri dengan segala keganjilannya, menganggap koma autis, skizofrenia, terganggu jiwanya.

Tarya, sang paman, yang mendapati kelebihan Koma punya kesimpulan sendiri. Dia tak menganggap keganjilan keponakannya itu sebagai ketidaknormalan mental. Akalnya cerdas, lebih tepat dikatakan licik. Dia seorang oportunis, yang pandai melihat kesempatan menguntungkan. Dia pintar membaca isyarat peluang emas. Tarya menyadari ketenaran Koma sebagai bintang Benjang, kelebihan pendengaran dan keganjilan-keganjilan tingkah yang terjadi pada bocah itu, adalah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan keuntungan.

Tarya tergelitik untuk menggali potensi apa saja di diri Koma yang bisa dikembangkan sebagai penarik keuntungan. Berhari-hari Tarya menggali, lambat laun dia menemukan kotak harta karun di diri Koma, rahasia di balik semua keajaiban Koma. Namun, dia sendiri tak tahu dimana dan dengan cara apa untuk menemukan kunci harta karun itu. Tidak ada yang bisa memunculkan keajaiban pendengaran Koma, bahkan Asih saja sebagai ibunya tak mampu, apalagi Tarya.

Percobaan pertama Tarya dengan cara halus. Dia memancing Koma untuk memunculkan keajaiban pendengarannya dengan mengimingi makanan dan barang-barang yang dapat menarik perhatian anak kecil. Usaha pertamanya, gagal total. Bahkan cara kasar dengan intimidasi dan pemaksaan terpaksa ditempuh Tarya, tapi usaha itu juga tak berhasil. Tarya malah dibuat kewalahan menghadapi kecengengan Koma.

Cara lain, Tarya berkonsultasi pada seorang paranormal di daerah pelosok Sumedang untuk menemukan kunci harta karun alias cara bagaimana memunculkan keajaiban pendengaran Koma. Dari penerawangan dan wangsit yang didapat sang paranormal, Tarya mendapatkan petunjuk. Medianya dengan tiga ruas pohon hanjuang, dari pucuk hingga ujung batang yang menancap ke tanah, semua warnanya harus merah darah. Masing-masing ruas hanjuang jumlah daunnya harus ganjil, tidak kurang dari lima lembar. Tidak boleh dipegang dengan tangan kiri. Dan, hanjuang itu harus didapat dari tempat yang jarang dijamah manusia, posisi saat memetiknya harus membelakangi matahari.

Berminggu-minggu, luar biasa susahnya, Tarya belum menemukan syarat media yang ditunjukkan paranormal itu. Tapi, selain akalnya licik dan pintar memanfaatkan, kelebihan yang dimiliki tarya adalah kegigihannya. Betapapun sulitnya mencari, dia tak mudah menyerah. Dia pikir, kesulitan itu akan sebanding dengan hasil yang akan diraih nanti.  Dan, pada minggu ke lima, tarya mendapatkan hanjuang itu.

***

Di suatu pagi cerah, Koma sedang asyik bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit buah semangka, sendirian. Tarya menghampiri Koma. Dia melafal mantra yang didapat dari paranormal itu, "Hieum beureum nyacas bodas, pegat hulu pegat suku, hana deku ka para wesu hana depa ka para wasa, sangkala ragrag taratas ditawa ku ciduh bodas, dur mancur ngagedur bari bray baranyay...". Usai baca mantra Tarya memukulkan tiga ruas hanjuang itu ke mata kaki kiri Koma, sesuai petunjuk sang paranormal. Hasilnya, Koma tak bereaksi, dia hanya terperanjat kaget tiba-tiba kakinya mendapat pukulan dari Tarya. Sekali lagi Tarya melafal mantra dan memukulkan hanjuang, tak juga menunjukkan reaksi berarti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline