5 November 2012
Ini malam ketiga berturut-turut aku merasa luar biasa suntuk. Otak mendadak macet memikirkan rencana ke depan, padahal sudah dua minggu aku kembali menyandang gelar pengangguran. Aku mengundurkan diri bukan tak butuh uang, tapi sudah kelewat tak cocok dengan lingkungan kerja itu. Apalagi, sama ibaratnya dengan sebuah hubungan percintaan, prinsip kerjaku dengan atasan terlampau tak sama lagi.
Kuundang kantuk dengan melahap lebih dari belasan lembar novel remaja picisan, tapi kantuk tak cepat datang juga. Betapa suntuknya. Begini salah, begitu salah. Ini tak enak, itu tak enak. Hanya berbaring memandangi langit-langit kamar dengan lamunan tak jelas mengarah kemana. Kupejamkan mata, tapi liukan melodi gitar Garry Moore dengan Still Got The Blues-nya dari pemutar mp3 di ponsel, tak juga mampu meninabobokanku hingga lelap.
Ah, ya! Mungkin bercengkrama dengan Mbak Facebook atau menjelajah Om Google dapat mengusir suntuk. Barangkali bisa curhat lewat Tante Tweeter atau Neng YM. Aku melompat, menyambar kunci motor yang tergeletak di kasur, mengunci kamar kost dan menuju tujuan pasti, warnet.
Sampai di warnet aku bergegas mengisi tempat kosong lalu login paket begadang. Jendela penjelajah internet sudah terbuka ke sebuah halaman situs perusahaan asuransi ternama. Rupanya pengunjung sebelumku lupa menutupnya. Iseng saja kubaca, "Perusahaan asuransi terbesar di Indonesia bekerja sama dengan bla bla bla menyelenggarakan lomba cerpen dengan tema asuransi." Ah, lomba cerpen. Aku kira lomba nyanyi. Aku tak begitu tertarik. Apa hebatnya lomba cerpen, kalaupun juara, pemenangnya tak begitu dielu-elukan seperti juara ajang pencarian bakat di televisi.
Kutarik scroll halaman semakin ke bawah. Tapi tunggu dulu! Juara pertama mendapatkan hadiah tujuh juta rupiah, juara kedua lima juta, juara ketiga tiga juta, dan masing-masing satu juta rupiah untuk sepuluh juara harapan. Serentak angka tujuh, atau lima, atau tiga, atau satu dengan deret nol enam digit di belakangnya tercetak tebal di otakku. Hmm, apa tidak salah lomba cerpen hadiahnya jutaan? Siapa tak tergiur dengan jumlah rupiah sebanyak itu. Baiklah kalau begitu, aku ikutan.
Akhirnya aku terfokus di halaman situs itu. Aku menunda untuk masuk ke halaman facebook sekedar update status atau memberi jempol. Kubaca berulang-ulang, persyaratan lomba dan batas waktu pengiriman karya. Kusimpan saja halaman ini ke dalam flashdisk, kebetulan selalu kubawa kemanapun pergi.
Aku tercenung sejenak. Hmm, pikirku, cerita apa yang berhubungan dengan asuransi, aku saja tak begitu tahu soal asuransi. Kali ini kupaksakan untuk mengenali lebih jauh apa dan bagaimana asuransi itu, sejelas-jelasnya. Lalu kucari bahan-bahan dengan menjelajahi google dan menyimpan beberapa referensi tentang asuransi. Mungkin setelah aku memahami asuransi, aku dapat ide cerita. Setengah jam saja, aku urung meneruskan paket begadang, logout, bayar, lalu bergegas kembali ke kost.
Angin malam menyelusup hingga badan gemeretak dan angan yang berkeliaran membuat kulajukan motor pelan saja. Masih tercetak di benakku, tujuh, lima, tiga dan satu juta rupiah. Dan mengumbar khayal, seandainya aku memenangkan lomba itu, hadiahnya lumayan untuk bayar utang, bayar kost tiga bulan, beli ini beli itu, ada dana tahun baruan, dan sisanya untuk tabungan.
Sampai di kamar kost, mumpung sedang semangat, kunyalakan laptop untuk segera mengawalinya. Kubuka file-file yang sudah kusimpan di flashdisk, kubaca cermat tulisan-tulisan itu agar aku memahami tema asuransi untuk lomba cerpen itu. Beberapa referensi sudah kubaca, bahkan ada yang diulang tiga kali. Sampai di sini, sudah terbayang apa saja yang berhubungan dengan asuransi.
Baiklah, mari kita mulai! Kupejamkan mata, "Hai inspirasi! Datanglah! Datanglah!" Lebih dari lima menit, inspirasi tak juga datang. Kutatap lekat poster Morrison yang sengaja kugantung empat puluh lima derajat condong ke kiri. "Hei! Bantu aku!" bisikku.