Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Hallo teman-teman disini saya akan menuliskan salah satu tradisi di tempat tinggal saya. Dibaca pelan-pelan ya. Selamat membaca!
Lamongan merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang memiliki ibukota Lamongan. Lamongan berbatasan langsung dengan Laut Jawa, Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Lamongan sendiri memiliki julukan "Kota Soto".
Kenapa sih bisa dijuluki kota soto? Karena konon katanya soto lamongan ini paling lezat dibandingkan dengan soto dari daerah lain. Julukan lain Kota Lamongan adalah "Kota Lele" karena mitosnya ikan lele merupakan ikan yang dikeramatkan bagi masyarakat Lamongan khususnya daerah Kecamatan Glagah. Masyarakat dilarang untuk memakan lele oleh leluhurnya yaitu Surajaya. Sebab Surajaya telah bernadzar bahwa dia dan keturunannya tidak akan makan lele, karena lele telah menyelamatkannya.
Di Lamongan sebenarnya terdapat beberapa tradisi antara lain tradisi Mayangi, tradisi Sanggreng, dan tradisi Undik-undikan. Disini saya akan membahas tentang tradisi Undik-undikan. Tradisi undik-undikan atau ritual menebar uang ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.
Setiap setahun sekali tiap bulan Syawal di peringati tradisi ini. Masyarakat mempercayai undik-undikan ini sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat berupa kesehatan, hasil panen yang melimpah, serta terhindar dari bencana. Ritual ini biasanya dihadiri oleh seluruh warga desa yang berasal dari empat dusun berbeda pada dusun ini. Lokasi yang biasa dipakai melaksankan ritual ini yakni bekas pertapaan Sunan Giri.
Dilokasi ini terdapat sebuah makam tua atau punden. Uang yang dilemparkan tersebut terdiri dari berbagai macam uang seperti uang receh dan uang kertas. Masyarakat berkumpul sejak pukul 10.00 WIB, mereka berbondong-bondong mendatangi lokasi acara tersebut.
Mayoritas yang datang adalah kaum laki-laki yang membawa amben yang berisi degan jajanan khas yang nantinya akan dibagikan ke masyarakat yang datang dari luar desa atau sering diistilahkan dengan "Tamu". Ratusan warga akan saling berebut gunungan hasil bumi setelah didoakan oleh tokoh agama setempat di area makam leluhur.
Tradisi ini semakin meriah karena adanya pagelaran wayang kulit. Wayag kulit itu bercerita tentang kisah para manusia agar senantiasa hidup rukun dan tolong menolong antar sesama. Biasanya tradisi ini diadakan mulai dari pagi hari. Warga berkumpul ditempat yang lapang untuk kemudian berdo'a yang dipimpin oleh seorang ulama desa setempat. Setelah itu, mereka akan menyantap hidangan makanan yang telah mereka bawa dari rumah masing-masing.
Diantaranya makanan yang mereka bawa berupa nasi tumpeng, ayam panggang, dan beberapa kue lainnya. Warga berharap dengan adanya tradisi ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa memberikan rasa aman, terhindar dari berbagai penyakit, dan hasil panen yang melimpah ruah. Dalam doa juga dipanjatkan agar negara Indonesia ini tetap aman dan damai. Tradisi ini biasanya dilakukan di Desa Dibee yang terletak di Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan.
Tradisi ini dilakukan secara rutin setelah panen, biasanya dilakukan pada saat bulan September atau Oktober dan bertepatan pada hari rabu wage dan kamis kliwon. Dua hari tersebut diyakini oleh masyarakat setempat memiliki nilai tersendiri yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka.