Lihat ke Halaman Asli

Arpan Parutang

Sanggar Belajar Pegaxus

sepak bola..

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hari ini, sekelompok anak nakal itu berhasil membuat kepala sekolahnya berurai air mata bangga.  Juara satu kerjuaraan sepak bola liga remaja se bolaang mongondow bersatu, event yang tidak terlalu besar jika dilihat dari lingkup wilayahnya, apalagi namanya, mungkin sebagian besar pembaca kompasiana ini tidak tau di mana letak wilayah bolaang mongondow bersatu itu, dan saya sendiri yakin tak satupun dari anak-anak itu yang membaca postingan ini, karena memang mereka tidak terbiasa dengan hal-hal seperti ini. maka saya tidak akan menulis tentang turnamen itu sekarang.

Ditengah persiapan sekolah dalam rangka pelaksanaan ujian nasional teori, anak-anak itu berhasil membuktikan sesuatu yang selalu menjadi bahan perdebatan disekolah kami selama ini. Pantaskan seseorang yang menyukai dan mampu bermain sepakbola dengan baik tapi tidak mempunyai kemampuan cukup dalam pelajaran matematika dan bahasa inggris harus gagal lulus.

Forrest Gump selain dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi juga berhasil melalui banyak petualangan hidup yang menarik dengan bertemu orang-orang penting karena "kebodohannya". Dia bahkan mengganggap hanya dengan berlari kencang kita dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. ah..kadang kita memang lupa apa itu pendidikan, yang kita ingat ketika belajar sesuatu adalah nilai yang di ukur dengan angka, Raport, IPK,SCORE, NEM dan sejenisnya..kita lupa pada kata kreatifitas, bakat, manfaat, analisa dan kadang-kadang bahkan kita lupa pada budi pekerti..

Ujian nasional haruskah di pertahankan ? menurut saya harus, susah juga mengukur sesuatu jika tidak ada patokannya, nantinya kita hanya akan berputar - putar tidak jelas dan akan menilai semuanya cukup dengan "berdampak sistemik atau tidak". hanya mungkin perlu ada revisi pada pelaksanaanya.

yang pasti harus di pikirkan kembali adalah :

1. Pihak pengambil keputusan harus membuat pemetaan yang jelas tentang kualitas masing-masing sekolah, dan harusnya setelah sekian lama hal ini sudah dilakukan, sehingga soal-soal ujian nasional dapat di sesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah, jangan sampai soal untuk SD OBAMA (soalnya waktu SMP, obama sudah tidak di indonesia lagi) sama dengan soal untuk SD kelly kwalik misalnya.

2. Materi Uji untuk ujian nasional tidak hanya seputar kemampuan matematika, bahasa dan keahlian jurusan (untuk sekolah kejuruan), tapi juga menyangkut bakat, minat dan kreatifitas siswa. Sehingga anak-anak yang tidak terlalu bisa untuk mendifferensialkan fungsi kuadrat tapi cukup mahir untuk meniru Christiano Ronaldo dalam menggocek bola juga bisa lulus ujian.

3. Pendelegasian pengujian untuk sekolah-sekolah yang telah terakreditasi, juga harus disertari dengan evaluasi yang rutin, sehingga kualitas (baca : kejujuran ) hasil ujian dapat dijaga.

4. Pihak pengambil keputusan melakukan pengawasan yang ketat (baca : serius ) pada pelaksanaan ujian, sehingga data hasil ujian nasional dapat digunakan untuk pemetaan yang valid, dan sekolah tidak menjadi pabrik kebohongan.

5. Ketika permintaan kesejahteraan ditanggapai dengan adanya sertifikasi, seharusnya pengajar sekarang lebih berfikir tentang kualitas, dan profesionalitas.

dan lain...dan lain...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline