Kebijakan makroprudensial telah menjadi salah satu instrumen utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan suatu negara. Kebijakan yang diterapkan atas dasar krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK). Fokus utama kebijakan ini ialah untuk menstimulus perekonomian serta mengurangi dampak risiko sistemik dari aktivitas intermediasi lembaga keuangan.
Kebijakan makroprudensial ini diterapkan dengan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang tinggi. Adanya risiko kemungkinan gagal bayar oleh peminjam akan berdampak besar terhadap stabilitas sistem keuangan. Instrumen kebijakan makroprudensial di Indonesia ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth) utamanya pada sektor prioritas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pengendalian risiko likuiditas, kredit, dan pasar adalah bagian dari kebijakan makroprudensial yang bertujuan untuk melindungi stabilitas sektor keuangan. Kebijakan makroprudensial dirancang untuk mengurangi risiko sistemik yang berpotensi mengancam stabilitas ekonomi. Kebijakan ini sangat penting terutama saat perekonomian dunia sedang bergejolak, seperti yang terlihat selama pandemi COVID-19. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga akan berdampak pada sektor riil.
Dalam pelaksanaannya, pelonggaran kebijakan makroprudensial yang dilakukan oleh Bank Indonesia digunakan sebagaibpenyeimbang bagi perekonomian yang mana saat ini ekonomi arah kebijakan moneter pada pro-stability. Bank Indonesia bersama dengan lembaga Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Kementrian Keuangan bersinergi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Bank Indonesia memiliki beberapa instrumen kebijakan Makroprudensial diantaranya yakni :
1. Kebijakan Insentif Likuditas Makroprudensial (KLM) yang digunakan untuk mengurangi giro wajib minimum (GWM) bagi lembaga keuangan yang mendorong pembiayaan pada sektor prioritas
2. Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sebagai inovasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit, khususnya kepada UMKM, Korporasi UMKM, dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR), sehingga dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi serta memperkuat inklusi keuangan.
3. Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) adalah rasio antara nilai kredit/pembiayaan terhadap nilai agunan dengan DP dapat mencapai 0 persen atau tanpa uang muka
4. Countercyclical Capital Buffer (CCyB) yang berupa tambahan modal bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank digunakan untuk menjaga kesehatan likuiditas perbankan.
5. kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial/Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM/RIM Syariah) pada kisaran 84-94% dengan disinsentif berupa kewajiban giro RIM/RIM Syariah bagi bank-bank dengan RIM/RIM Syariah yang tidak memenuhi target RIM yang ditetapkan.
6. Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM)/Syariah (PLM Syariah) merupakan cadangan likuiditas yang ditetapkan untuk menjaga kesehatan lembaga keuangan dalam tugasnya sebagai intermediasi keuangan
7. Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP)/syariah (PLJP Syariah) sebagai bentuk Bank Indonesia yang menjalankan fungsi lender of the last resort untuk menjaga stabilitas sistem keuangan
Stabilitas Sistem Keuangan yang Terjaga Pasca Pandemi Covid-19
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial menjadi bentuk keseriusan bagi Bank Indonesia dalam mempertahankan stabilitas ekonomi. Keberhasilan dari kebijakan ini yakni ditunjukkan oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) oleh lembaga keuangan diatas 27 persen didukung oleh kebijakan KLM Bank Indonesia.
Tidak hanya itu, tingginya CAR ini memungkinkan lembaga keuangan dapat menyalurkan secara optimal terhadap pembiayaan pada sektor prioritas. Kredit investasi dan modal kerja terus menunjukkan pertumbuhan hingga mencapai 10,85 persen pada triwulan III tahun 2024 dengan sasaran tumbuh sebesar 10-12% pada tahun 2024. Hal ini sejalan dengan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross 2,26% dan NPL net 0,78%.
Stabilnya pertumbuhan kredit di Indonesia didukung oleh pertumbuhan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yakni sebesar 10,8% dann 8,8%. Hal ini mencerminkan optimalisasi kebijakan LTV/FFV yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada periode yang sama, kredit UMKM juga menunjukkan peningkatan yakni tumbuh 5,04% y-o-y. Pertumbuhan kredit yang tinggi ini mencerminkan proyeksi perekonomian yang baik.
Berbaga upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjaga perekonomian domestik dengan menstimulus melalui kebijakan makroprudensial juga perlu didukung oleh upaya optimalisasi layanan akses keuangan kepada masyarakat. Hal ini akan memberikan sinergi terhadap pertumbuhan ekonomi yang optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H