Rizki Ridho terjatuh karena digocek, lalu salah halau bola dari Fachrudin malah masuk ke gawang sendiri sehingga skor menjadi 0-3 bagi Vietnam, lengkap sudah penderitaan. Keinginan saya untuk menutup libur lebaran dengan kemenangan timnas U-23 di arena SEA Games 2021 ini, buyar, hancur lebur.
Saya juga menyesal karena sempat mengaminkan kata-kata komentator bola kita soal timnas (yang memang sering begitulah) di awal laga yang mengatakan bahwa timnas kali ini beda dengan yang lalu-lalu, sehingga Vietnam dapat dikalahkan. Aihh, tolonglah lain kali jangan begitulah.
Tapi sudahlah. Kembali ke jalannya laga. To the point saja, ada apa dengan timnas, apa yang salah dengan taktik dari Shin Tae-yong, yang kini sudah sering mengisi iklan di layar televisi itu. Saya kira kata salah tidaklah begitu tepat, yagn lebih tepat aneh.
Oleh karena itu, Saya akan coba membeberkan 3 (tiga) keanehan taktik Shin Tae-Yong di balik hancur leburnya timnas U-23 oleh Vietnam tersebut.
Pertama, mengganti Rachmad Irianto dengan Syahrian Abimanyu. Meski permainan Garuda Muda di babak pertama belum berkembang, tetapi skor 0-0, masih memberikan asa bagi pecinta timnas, bahwa hasil seri sudahlah cukup, apalagi dapat menang.
Akan tetapi, jalan bencana itu perlahan datang seiring pergantian pemain di awal babak kedua oleh Tae-yong, yakni mengganti Rachmad Irianto dengan Syahrian Abimanyu.
Saya sudah mencium bahwa ada bahaya atau perjudian yang besar dengan pergantian pemain ini. Dan itu akhirnya terjadi.
Alasan saya sederhana sekali, tipe Syahrian dan Rachmad Irianto, beda sekali. Syahrian bagi saya lebih mirip Marc Klok, yang tidak sangat defensif, bahkan cenderung menjadi deep playing playmaker.
Lebih cenderung mengatur permainan, dan melepas umpan, tidak murni sebagai gelandang bertahan.
Maksud saya seperti ini. Rachmad Irianto, lebih murni adalah seorang gelandang bertahan, yang bertugas memotong bola dan mengisi ruang yang kosong di belakang ketiga ditinggalkan oleh pemain yang ikut menyerang, khususnya di sektor sayap.