Bermain di luar negeri dengan gaji rendah tapi mendapatkan pengalaman main berharga, atau tetap berada di ekosistim sepakbola yang belum baik, tapi diberikan gaji setinggi langit. Pilih yang mana?
Para pemain timnas Indonesia di Piala AFF 2020 laku keras. Nama mereka disebut-sebut dan menjadi perhatian. Salah satu yang menggema adalah perhatian dan minat besar klub-klub di luar negeri untuk merekrut mereka.
Elkan Baggott misalnya, seusai gelaran AFF 2020 ini, Elkan disebut menarik perhatian klub raksasa asal Jepang, FC Tokyo.
Selain Elkan, adapula Pratama Arhan, bek kiri lincah skuad Garuda. Pemain yang bermain di PSIS Semarang itu, kabarnya dilirik oleh Seongnam FC, klub kasta teratas Korea.
Terakhir, gelandang yang tampil sensasional asal klub Persebaya Surabaya, Ricky Kambuaya didorong langsung oleh sang pelatih, Shin Tae-yong untuk bermain di Korea. Peluang itu terbuka lebar, karena Kambuaya juga sepakat untuk pindah ke abroad.
Shin Tae-yong memang terlihat serius soal ini. Bagi Tae-yong, jika para pemain timnas mendapatkan ekosistem yang tepat, maka kualitas mereka akan meningkat.
Buktinya memang ada, kualitas dan penampilan Asnawi Mangkualam, Witan Sulaeman dan Egy Vikri Maulana, dianggap semakin baik sesudah bermain di kompetisi Korea dan Eropa dibanding jika hanya bermain sebagai pemain lokal di Liga 1 Indonesia.
"Saya berharap para pemain Indonesia bisa bermain di luar negeri, di Liga Jepang, Liga Korea Selatan, hingga Eropa. Jadi, mereka bisa belajar budaya sepakbola di negara maju. Dengan begitu, pasti akan ada perkembangan untuk sepak bola Indonesia,"begitu petuah dari Shin Tae-yong.
Di tengah gaung ke luar negeri, top skor Indonesia di Piala AFF 2020, Irfan Jaya memilih jalan “biasa”, yakni tetap bermain di Indonesia. Irfan pindah dari PSS Sleman ke klub kaya, Bali United.
Mengapa Irfan tidak melirik kesempatan ke luar negeri seperti pemain lainnya? Saya kira ada beberapa alasan, tapi ada dua alasan utama yang dapat dikemukakan.