Menit ke-32. Cantik! Di dalam kotak penalti Barca, Mbappe mengontrol bola dengan dada, melakukan dribble di antara Pique dan Lenglet, lalu melepaskan tendangan keras dengan kaki kiri. Gol! Marc Stegen hanya bisa terpana melihat bola melesat cepat masuk ke dalam gawangnya. Sesudah gol ini, Barca seperti sudah tak bisa berbuat apa-apa.
Perhelatan kompetisi paling elit Eropa, Liga Champions dimulai kembali. Di laga 16 besar, dua klub elit, Barcelona bertemu dengan Paris Saint Germain (PSG) di Nou Camp, markas Barcelona.
Laga ini terasa istimewa karena beberapa hal. Mulai dari Barca yang sering mempecundangi PSG ketika keduanya bertemu dan isu tentang kepindahan mega bintang Barca, Lionel Messi ke PSG.
Karena itulah, sebelum pertandingan, laga pun diperkirakan akan berjalan ketat, meski Barca tetap diunggulkan oleh pengamat bola.
Akan tetapi perkiraan itu keliru, di Nou Camp, Barca dibuat menderita oleh PSG. Serangan balik cepat, bola udara, set piece dari sayap dengan sempurna dimainkan PSG. Barca hanya bisa menonton atraksi-atraksi PSG itu meski sempat unggul lebih dahulu melalui eksekusi penalti Lionel Messi.
Sesudah itu, hattrick Kilyan Mbappe dan Moise Kean, membuat Barca dipermalukan PSG di Nou Camp dengan skor telak, 1-4.
Apa yang terjadi di lapangan sebenarnya? Jika kita amati dalam laga yang berjalan 90+5 itu, maka ada 3 (tiga) hal yang dapat dikemukakan sebagai alasan keunggulan PSG atas Barca.
Pertama, taktik bertahan 4-5-1 Mauricio Pocchettino yang berjalan sempurna di lapangan, menghempas taktik milik Ronald Koeman.
Semua pengamat setuju bahwa inti dari pertemuan keduanya adalah adu serang, karena kedua tim terkenal offensif dengan pergerakan pemain depan yang dimiliki. Hanya, yang tak boleh dilupakan adalah ketika dua tim ofensif bertemu, cara bertahan mereka menjadi kunci.
Pelatih PSG, Pocchetino dapat dikatakan unggul atas Koeman soal ini di lapangan. Perhatikan saja bagaimana cara PSG bertahan saat Barca menguasai bola, rapat dan compact dalam 4-5-1.