Pada esensinya virus corona atau Covid-19 tidak memandang bulu, tua muda, kaya miskin, yang lebat atau jarang bulunya semua diembatnya. Namun, protokol kesehatan yang diatur manusia tetap ada bulunya juga, selama berbulu maka mungkin akan mendapat nasib lebih mujur.
Kemarin saya pergi ke sebuah kantor penyedia layanan jasa internet di kota saya. Selain ingin membayar tagihan, saya juga ingin mematikan atau menonaktifkan beberapa add on atau siaran tambahan. Ingin lebih berhemat di sektor hiburan demi tambah-tambah uang beras.
Di halaman kantor tersebut sepertinya sudah diterapkan protokol kesehatan. Terlihat di halaman depan terlihat beberapa kursi yang sudah diletakan berjarak sekitar 55,5 cm, tak tepat 1 meter.
Saya langsung menuju ke arah dua orang pria, layaknya petugas berpakaian biru-biru seperti satpam, untuk mengambil nomor antrian. Nampaknya mereka satpam, tapi dari wajah terlihat kurang garang.
"Kaka belum cuci tangan kan, cuci tangan dulu?" kata salah satu dari antara petugas itu sambil menunjuk ke tangki air fiber berwarna kuning berukuran sedang tak jauh dari tempat itu.
"Oh iya..." kata saya melangkahkan kaki ke arah tempat cuci tangan tersebut. Kedua tangan lalu saya cuci dengan bersih, wangi setelah cairan sabun di botol plastik saya gunakan cukup banyak. Mumpung gratis.
Beruntung masih tergolong pagi, karena pengalaman saya, mendekati siang maka botol plastik itu hanya tersisa busa, atau bahkan hanya diisi air saja.
Tidak semua sih yang seperti itu, namun beberapa kantor saya perhatikan agak pelit soal sabun ini, atau mungkin saja pernah dicuri oleh konsumen sehingga mereka lantas berhemat. Entahlah.
Setelah mencuci tangan, saya langsung menuju ke arah petugas tersebut sambil mengelap tangan di jaket. Tidak tersedia kain atau tisu. Benar toh, pelit kan?
Sesudah mendapat nomor antrian saya mulai duduk di barisan berjarak, dibawah tenda dengan terpal berwarna orange, yang membuat kulit terlihat berwarna seperti jeruk saat sinar matahari seperti menembus terpal tersebut. Panas.