Beberapa hari lalu, Kompas.com memberitakan sekali lagi tentang prediksi soal Covid-19. Ya, sekali lagi, karena rasanya sudah berkali-kali.
Dituliskan bahwa berdasarkan sebuah riset diprediksi bahwa kasus virus corona di Indonesia akan mencapai puncak pada pertengahan Mei 2020 ini dan berakhir di akhir Agustus.
Lalu dituliskan bla..bla..bla...., dan kesimpulannya. "Diperkirakan akhir bulan Juli atau permulaan Agustus mereda" .
Bla..bla..bla itu bukan ungkapan kesal sih, tapi jujur soal prediksi ini sedikit tidak mengundang selera lagi bagi saya saat ini. Lha, sama dengan kesal juga dong?
Soal prediksi ini, dahulu dapat dikatakan bahwa saya ini bukan saja penikmat tapi pelaku dari prediksi.
Dari jaman kuliah, prediksi seperti menjadi kerjaan sampingan---sebutan yang lebih bermartabat dari bilang tak ada kerjaan.
Tapi yang remeh temeh saja, tidak menyerempet bahaya seperti togel dan teman-temannya.
Mulai dari memprediksi nilai teman berdasarkan aksi sok taunya di kelas, hingga prediksi "jadian" pernah dilakoni , dengan prosentasi keberhasilannya dapat mencapai sekitar 70 persen lho.
Kegagalan prediksi yang 30 persen akhirnya hanya menjadi sebuah olok-olokan menghibur, misalnya seperti ini;
"Bro..si Nina sonde terima beta pung cinta, prediksi lu kali ini salah besar....... ".
"Sebenarnya sudah beta perkirakan, karena ada data yang beta sembunyikan karena perasaan dgn lu bro"