Hari Minggu, sudah hampir pukul satu siang di Kupang. Nampak melintas di jalan raya, depan halaman gereja seorang pedagang kelapa muda yang mendorong kereta gerobak dengan langkah cepat. Terburu-buru.
Kereta gerobak adalah sebutan kami untuk gerobak kayu yang didorong untuk memuat sesuatu. Ukurannya kira-kira 1,6m x 1m.
"Bapa-bapa, mari..." teriak saya. Menengok sebentar, kereta gerobak itu langsung dibelokan oleh sang penjual, masuk ke halaman gereja.
Bapa tua itu nampaknya langsung tersenyum kepada kami,senang, meski giginya tidak terlihat karena tertutup masker berwarna hitam yang dipakainya.
Kami. Ada sekitar lima orang, memang sedang bersiap diri alias rapat di halaman gereja. Rencananya, ada bantuan sembako dari gereja---kami menyebutnya sebagai diakonia, untuk umat atau jemaat atau warga di sekitar gereja yang terkena dampak ekonomi akibat covid-19. Kami sedang me-list daftar penerima sekaligus bagaimana cara menyalurkannya.
"Lima kelapa, bapa" kata saya.
Tanpa berlama-lama, lengannya yang gelap dan kekar mengangkat parang dan mulai menyiapkan lima buah kelapa. Memotong, membelah dan sebagainya.
Saya lantas mengajak bapak itu berbincang sebentar, dan akhirnya mengetahui nama bapak itu adalah bapa Okto. Mengaku berusia 61 tahun, tapi masih terlihat bugar.
"Bapa, karmana ada virus Corona ini, penghasilan berkurang?" tanya saya.
"Iya anak....mau bilang apa lai" jawab bapa Okto, kali ini mungkin kecut.
"Satu hari, bisa 250 ribu, tapi gara-gara virus, turun dan hanya dapat 50 sampe 80 ribu saja perhari" jelas bapa Okto.