Taklimat Prabowo membuat sebagian pendukung fanatiknya kecewa berat. Prabowo yang kolerik dinilai menjadi melankolik. Seharusnya ikut mengkritik Jokowi atau minimal diam saja, Prabowo bahkan menyanjung Jokowi. Ada apa ini?
Ketika sedang mencari sumber berita tentang taklimat Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto di media daring, tiba-tiba mata saya tertuju ke sebuah judul berita lawas ; "Prabowo Subianto: Saya Minta Maaf".
Isi beritanya memang sudah usang. Tentang permintaan maaf dari Prabowo terkait pengakuan Ratna Sarumpaet yang mengaku berbohong telah mengalami penganiayaan pada 21 September 2018.
Prabowo merasa permintaan maaf saat itu perlu dilakukannya kepada publik, karena merasa dirinya telah ikut menyuarakan sesuatu yang belum diyakini kebenarannnya.
Saya lalu mengetikan frasa " Prabowo Minta Maaf" di mesin pencari google, dan menemukan ada sekitar 2.820.000 hasil (0,27 detik). Banyak sekali.
Dari jajaran hasil pencarian tersebut, ada berbagai judul yang ada; "Prabowo Minta Maaf ke Jokowi Karena Sering....", lalu "Prabowo Minta Maaf tak bisa "sentuh" WNI dari China di Natuna" dan ada juga yang menarik "Prabowo Minta Maaf ke SBY".
Baca Juga : "Battitore Libero", Peran Penting Prabowo Bantu Jokowi
Mengapa tiba-tiba frasa "Prabowo Minta Maaf" ini menarik perhatian saya? Bagi saya, dan mungkin saja bagi sebagian besar pendukungnya, Prabowo itu simbol dari pria yang tangguh dan cenderung keras.
Keras yang dimaksud, jika memakai teori empat temperamen yang pertama kali dikemukakan oleh Hipokrates (460 -- 370 SM); maka akan klop dengan temperamen Kolerik.
Dari ilmu Hipokrates, yang akhirnya dimunculkan di Eropa oleh seorang filsuf bernama Immanuel Kant pada tahun 1798, Kolerik itu dipersepsikan sebagai sifat yang cenderung cepat "panas", dingin atau tidak sensitif, sarkastis bahkan tidak simpatik.