Data adalah kunci. Data dan Komunikasi data menjadi teramat penting ketika pemerintah mempersiapkan langkah taktis ketika ingin membantu masyarakat khususnya dalam penyaluran bantuan sosial.
Artinya, tak ada yang salah dalam mempertanyakan data, karena ketika pelintiran data terjadi, kekuatiran tentang berapa banyak uang rakyat yang dapat disalahgunakan wajar mengemuka.
Akan tetapi harapanvsemua orang tetap sama, bahwa setiap warga yang rentan terkena dampak ekonomi akibat Covid-19 dan membutuhkan bantuan perlu ditolong dengan segera di masa pandemi covid-19 ini.
Sebelumnya, ramai di medsos, ketika netizen mempertanyakan data 3,7 juta jiwa yang dikatakan Anies perlu dibantu di Jakarta dan juga dana 600 ribu yang diberikan per kepala keluarga (KK).
Menjadi kontroversi karena angka 3,7 juta jiwa itu dalam pelaksanaannya berubah menjadi 1,25 juta dan 600 ribu itu dianggap per sekali bantuan.
Terkait dengan polemik data dan dana ini, kemarin Tim Gubernur Anies Baswedan untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) melalui anggotanya Tatak Ujiyati menjelaskan paling tidak dua hal yang menjadi pertanyaan masarakat yang berhubungan dengan bantuan sosial di masa PSBB di DKI Jakarta.
Pertama, soal data penerima bantuan sosial (bansos) yang diberikan Pemprov yakni sebanyak 1,25 juta KK di Jakarta.
TGUPP merasa perlu meluruskan karena sebelumnya saat Gubernur DKI, Anies Baswedan teleconference dengan Wapres Ma'ruf Amin, Anies menyebutkan bahwa ada 3,7 juta jiwa warga Jakarta yang perlu dibantu.
Ini penjelasan TGUPP; data 3,7 juta jiwa itu hanyalah estimasi Anies yang diambil berdasarkan formula Bank Dunia, yaitu 40% dari populasi adalah masyarakat terdampak.
Lebih lanjut Tatak Ujiyati menyatakan bahwa angka 3,7 juga adalah jumlah satuan kepala, sedangkan batuan 1,25 juta masyarakat itu dalam satuan kepala keluarga. Jadi memang berbeda.