Hari-hari ini nampak terlihat suram di Spanyol. Momen paling gelap dan paling dramatis dalam sejarah Spanyol, ketika kematian dalam sehari telah mencapai 700-an orang dengan total adalah 4.365 orang tewas berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE.
Penduduk Spanyol mau tidak mau harus tertahan di rumah ketika Perdana Menteri Pedro Sanchez memaklumatkan lockdown yang dimulai pada 14 Maret lalu.
Sebuah kebijakan yang dilakukan dengan lebih efisien dengan adanya denda polisi dan tekanan rakyat (termasuk telur yang dilemparkan dari balkon) ketika ada masyarakat yang mencoba melanggar.
Akan tetapi, menjadi pertanyaan yang akan terus ditanyakan, mengapa Spanyol telah menjadi epicenter baru penyebaran virus corona dengan jumlah kematian yang besar?
Dalam sebuah tulisan di Vox ada sebuah analisa yang menarik dari jurnalis ketika melihat bagaimana respon publik terhadap kebijakan pemerintah yang lambat dari dua sisi, publik dan pemerintah. Dikatakan bahwa dua aspek gaya hidup Spanyol dianggap mempersulit proses penanganan covid-19 di negeri matador tersebut.
Pertama, negara ini memiliki budaya larut malam yang tertanam dalam, dengan semua orang tinggal larut malam untuk nongkrong di bar atau hanya makan malam. Aspek ini mirip dengan yang terjadi di Italia sehingga mempersulit social atau physical distancing diterapkan disana, khususnya di awal penyebaran covid-19.
Budaya ini memang akan semakin sering dilakukan karena saat ini bertepatan dengan musim semi yang amat cerah di hampir seluruh wilayah Spanyol. Pada akhir Februari dan awal Maret, suhu berada di atas 20 derajat celcius sehingga kafe dan bar trotoar Madrid dipenuhi oleh orang-orang yang bahagia, melakukan apa yang paling disukai para Madrileos - yaitu bersikap ramah satu sama lain.
Itu berarti orang-orang akan memeluk, berciuman, dan berceloteh tertawa hanya beberapa inci dari wajah orang lain. Tak heran ada salah satu bagian kultur yang dikenal di Spanyol adalah demikian, "You kiss people's cheeks, when you meet them the first time".
Inilah yang membuat Spaniard tetap beria-ria pada 8 Maret, hanya seminggu sebelum negara itu dilockdown dengan berbagai acara olahraga, konferensi partai politik, dan demonstrasi besar-besaran untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.
Bahkan, tiga hari kemudian, sekitar 3.000 penggemar Atltico de Madrid terbang bersama untuk pertandingan Liga Champions melawan Liverpool di Anfield.
Akhirnya, meski terlambat, ketika situasi mulai gawat, baru orang-orang mulai sadar, mulai taat kepada pemerintah dan mengurangi kerumunan. Saat ini, para penduduk hanya bisa berdiri saat malam di barrio -balkon rumah mereka untuk saling tatap atau menyanyi dengan jarak yang tak lagi dekat. Tak ada lagi, You kiss people's cheeks, when you meet them the first time.