Saya terkejut ketika membaca berita media daring tentang kegagapan Pemda Jawa Barat yang tidak dapat menjawab spesifik soal proses contact tracing terkait COVID-19 di wilayahnya. Padahal dari konten berita tersebut dikatakan bahwa ada dua kegiatan besar yang sudah terbukti menularkan covid-19, namun seperti belum diseriusi dalam telusur kontak. .
Kedua kegiatan tersebut adalah telusur kontak (contact tracing) terhadap warga yang mengikuti tabligh akbar di Malaysia, setelah sejumlah orang dinyatakan positif corona usai menghadiri kegiatan tersebut, dan kedua adalah contact tracing yang dilakukan terhadap para peserta seminar Masyarakat Tanpa Riba (MTA) di Kabupaten Bogor, di acara ini sejumlah orang diketahui positif COVID-19.
Mengapa dianggap gagap karena dari data per Jumat 20 Maret, ada 26 pasien positif corona, dengan 92 pasien masih dalam proses pengawasan (PDP) , dan 815 orang masih dalam pemantauan (ODP), namun Pemda Jabar tidak menjelaskan berapa banyak dari daftar tersebut yang masuk klaster tabligh akbar maupun seminar.
Pentingnya Contact Tracing dan Kesiapan Singapura soal Contact Tracing
Di dalam penanganan penyebaran wabah covid-19, contact tracing adalah upaya penting yang dilakukan oleh pemerintahuntuk menemukan orang-orang yang pernah kontak, terutama close contact, dengan seorang yang terinfeksi virus corona (Covid-19).
Harapannya dengan menemukan orang-orang yang pernah kontak dengan seorang yang terinfeksi virus corona, maka bisa diarahkan untuk dilakukan tes hingga pengobatan di rumah sakit dan memutus mata rantai penularan virus dengan isolasi.
Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah. Seringkali ditemui bahwa orang yang pernah kontak dengan pasien infeksi corona merasa dimata-matai melalui contact tracing dan sesudah itu menolak diperiksa, dan tidak mau diisolasi di rumah sakit sebagai karantina.
Idealnya, pemerintah dan masyarakat harus sehati dalam menjalani contact tracing ini, pemerintah memiliki fasilitas sekaligus daya untuk mendata sekaligus melakukan tes dalam konteks contact tracing, dan masyarakat harus rela untuk diperiksa jika dianggap pernah kontak dengan pasien yang terinfeksi.
Belajar dari Singapura yang masih zero korban meninggal dunia akibat covid-19, maka contact tracing ini menjadi salah satu perhatian utamanya. Singapura bahkan telah meluncurkan aplikasi smartphone untuk melacak kasus potensial infeksi (contact tracing).
Di teknologi App bernama TraceTogether ini, memungkinkan pihak berwenang setempat dengan cepat melacak orang-orang yang terpapar dari pasien yang telah terkonfirmasi.
Identifikasi orang-orang yang berada dalam jarak dekat --dalam waktu 2 m selama setidaknya 30 menit-- untuk pasien Virus Corona yang menggunakan teknologi nirkabel Bluetooth. Teknologi mutkahir ini dikembangkan oleh Badan Teknologi Pemerintah (GovTech) dan Kementerian Kesehatan (Depkes).