"Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Harun Masiku pasti tidak pernah menduga dan bermimpi bahwa karir politiknya harus dijalani seperti ini.
Keinginannya menjadi anggota DPR RI melalui jalur Pergantian Antar Waktu (PAW), ternyata berakhir dengan dirinya harus dikejar atau menjadi buron KPK.
Harun ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 yang juga menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu tertangkap tangan bersama Agustiani, orang kepercayaannya bersama dengan Syaiful sebagai tersangka pemberi suap.
Harun diyakini KPK berada di balik pemberian suap ini, demi memuluskan langkahnya sebagai anggota DPR RI melalui jalur PAW menggantikan Nazarudin Kiemas anggota DPR dari PDIP, yang meninggal dunia pada Maret 2019
Jumlah uang dalam kasus suap ini sungguh besar. Kabarnya, biaya total yang diminta Wahyu Setiawan untuk membantu penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI sejumlah Rp 900 juta.
Setelah beberapa kali realisasi pencairan, jalan sempat mandek karena KPU sempat menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai anggota DPR PAW.
Wahyu menjanjikan untuk "siap mainkan" dan akhirnya pada 8 Januari 2020, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) senilai Rp 400 juta yang berada di tangan Agustiani dalam bentuk dolar Singapura.
Keberadaan Harun masih misterius hingga saat ini. Pria yang lahir di Jakarta pada 21 Maret namun dibesarkan di Bone, Sulawesi Selatan ini menghilang.
Mau lari kemanapun, Harun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, apalagi Harun memang memiliki latar belakang ilmu hukum yang sangat kental.