Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Banjir Jakarta Tenggelamkan Kemampuan Menata Kata Anies Baswedan

Diperbarui: 20 Januari 2020   05:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan.(KOMPAS/IWAN SETYAWAN)

Banjir yang menerjang Ibu Kota di awal tahun 2020 mengundang keprihatinan yang dalam. Terbilang ribuan warga mengungsi dan sejumlah orang meninggal dunia karena peristiwa ini.

Tercatat 31.323 warga yang berasal dari 158 kelurahan, mengungsi karena rumahnya terendam banjir. Sedangkan yang meninggal dunia diakibatkan antara lain karena terseret banjir, hiportermia ataupun tertimbun longsor.  

Curah hujan ekstrem memang melanda Jabodetabek. Berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan mencapai 377 milimeter di kawasan Landasan Udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Angka curah ini tercatat merupakan  tertinggi yang pernah menerpa Jakarta, dengan rekor sebelumnya ada pada tahun 2007 dengan catatan 340 milimeter per hari.

Di tengah keprihatinan, perhatian publik juga ternyata tersedot kepada reaksi atau aksi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Wajar, karena sebagai leader, di tengah masalah banjir, Anies perlu untuk menenangkan dan  meyakinkan warga bahwa jajarannya telah berbuat yang terbaik di tengah bencana yang terjadi.

Selain itu, pastinya publik juga menunggu apakah aksi taktis Anies akan sebanding atau lebih baik dari kemampuan olah kata dan menata kata yang sering dikagumi dari diri seorang Anies.

Sampai saat ini menurut saya, Anies harus mengakui, untuk masalah banjir, baik penyebab, pencegahannya dan penanganannya, kemampuan olah kata Anies ikut ditenggelamkan.

Perhatikan saja persinggungan Anies dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono soal penyebab banjir.

Basuki mengatakan, bahwa untuk menangani banjir  yang harus dilakukan saat ini adalah normalisasi dan perluasan sungai-sungai besar.

Basuki memberi contoh Kali Ciliwung dimana  PUPR telah menormalisasi 16 kilometer dari total 33 kilometer. Sayangnya, menurut Basuki,  proses  normalisasi harus terhenti karena persoalan pembebasan lahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline