April 1930. Ir. Soeratin Sosrosoegondo dan teman-temannya geram. Sebutan inlanders yang dilontarkan NIVB, Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) , PSSI nya Hindia Belanda, melukai hati mereka.
Sebutan inlanders yang mengatakan bahwa masyarakat pribumi tanah jajahan tidak pantas bermain sepak bola dengan orang Belanda memberi bekas luka hinaan yang dalam yang akhirnya menimbulkan perlawanan.
Perlawanan memperjuangkan kehormatan bangsa. Kami orang Indonesia, pantas dan dapat bermain sepak bola.
Tak perlu waktu lama, Soeratin dan rekan-rekannya berniat membentuk badan organisasi tandingan. Pada tanggal 10-11 April 1933 di Gedung Hande Proyo, panitia persiapan pembentukan organisasi itu dibentuk dengan Soeratin sebagai motornya.
Soeratin cs pun tak henti-hentinya mengirimkan surat kepada seluruh bond pribumi agar ambil bagian dalam tahap awal perjuangan nasional melalui sepakbola.
Tanggal 19 April 1930 di Gedung Sositet Hande Priyo Yogyakarta, semua bond-bond yang ada di pulau Jawa diundang untuk datang. Meski tak banyak yang datang, organisasi itu akhirnya berhasil terbentuk.
Organisasi baru itu diberi nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia (PSSI). Setelah diadakan voting maka dipilih Ir Soeratin dan Abdul Hamid menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua.
Rapat bersejarah itu berlangsung hingga tengah malam. Tepat jam 01.30 malam, dalam heningnya dini hari, terdengar sayup-sayup teriakan "Hidup PSSI!" sebanyak tiga kali.
Soeratin terlihat amat bersemangat. Gelora semangat yang besar ini disebabkan karena Soeratin telah melihat sesuatu yang besar yang dapat dilakukan melalui sepak bola.
Pria lulusan sekolah tinggi teknik Hecklenburg, Jerman melihat sepak bola lebih dari sekedar olah raga namun sebagai cara menyatukan Nusantara dan membuat bangsa Indonesia bisa dihormati bangsa lain.
Sebagai Ketua Umum, Soeratin mengerti benar bahwa mendirikan PSSI adalah bagian pergerakan dan perjuangan nasional melawan Kolonial.