Saya terus bersedih dan berduka bersama korban jatuhnya pesawat Pesawat Lion Air JT 610. Empati dan simpati saya, mungkin tidak mampu membuat air mata dan kesedihan rekan, keluarga dan sahabat yang ditinggalkan berhenti. Saya berdoa agar semua yang ditinggalkan diberikan kekuatan, karena di balik semua kesedihan ada maksud yang teramat baik bagi kita semua.
Di dalam kesedihan saya dan upaya evakuasi yang dilakukan Basarnas, dalam hati kecil, saya masih berharap ada yang ditemukan dengan selamat. Meskipun kemungkinannya semakin kecil, tetapi kisah selamat dari para penumpang akan menjadi sebuah kisah yang mengingatkan kita bahwa kehidupan itu teramat berharga, dan tidak akan datang untuk kedua kalinya.
Dari dunia sepak bola ada beberapa cerita terkait dengan ini. Pada 6 Januari 1958, British European Airways dengan nomor penerbangan 609 mengalami kecelakaan saat akan lepas landas dari landasan yang dipenuhi kubangan lumpur di Bandara Udara Munich-Riem, Munchen, Jerman.
Pesawat crash, padahal di dalam pesawat terdapat para pemain Man United yang sedang bersinar ketika itu seperti Duncan Edwards, Geoff Bent, Roger Byrne, Eddie Colman, Mark Jones, David Pegg, Tommy Taylor, Liam "Billy" Whelan dan Bobby Charlton yang masih berusia 20 tahun saat itu.
Setelah dilakukan penyelamatan, 20 orang dari 44 orang di pesawat tewas dalam kecelakaan. Bobby Charlton selamat dari kecelakaan tersebut sedangkan delapan anggota skuad MU meninggal. Beberapa tahun kemudian, Charlton kemudian menjadi salah satu pemain terbaik.
Nasib baik Charlton dialami juga oleh Kalusha Bwalya, kapten tim Zambia meskipun dengan cara yang berbeda.
Pada 27 April 1993, di Senegal, para pendukung Zambia menunggu kedatangan pesawat yang ditumpangi timnas Zambia yang akan berhadapan dengan Senegal untuk tiket Piala Dunia 1994. Namun pesawat tidak pernah mendarat dengan selamat tapi jatuh.
Seluruh penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 30 orang termasuk pelatih Zambia Godfrey Chitalu dan 18 pemain Timnas meninggal. Duka menyelimuti Zambia, Afrika dan dunia. Kalusha Bwalya selamat dari tragedi tersebut karena melakukan perjalanan menggunakan pesawat yang berbeda dari tim tersebut.
Pada 2012, Zambia menjadi juara Piala Afrika. Suasana emosional begitu kuatnya karena final dimainkan di Libreville, kota terakhir persinggahan para korban tragedi 1993 sebelum bertolak ke Senegal. "Impian saya adalah bisa memenangkan Piala ini di Libreville (tempat final Piala Afrika). Sebab, sebagian besar catatan sejarah Zambia ada di sana," kata Bwalya saat itu. Kini Bwalya menjadi Presiden Federasi Sepak Bola Zambia.
Kisah selamat yang masih segar di ingatan kita adalah tragedi yang menimpa klub Brasil, Chapecoense.
Pada November 2016 , pesawat jarak pendek British Aerospace 146 yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan Bolivia -- Lamia jatuh di Medellin, Kolombia. Di dalam pesawat terdapat para staf dan pemain klub Brasil, Chapecoense.
Chapecoense sedang dalam penerbangan menuju Kolombia untuk menjalani leg I final Copa Sudamericana melawan Atletico Nacional. Namun, pesawat yang ditumpangi mereka jatuh di tengah perjalanan.
Sebanyak 75 dari 81 penumpangnya tewas. Hanya enam orang selamat dalam penerbangan yang terbang dari Brasil melewati Bolovia dengan tujuan Medellin, Kolombia.