Jaket tebal dan permen karet seharusnya membuat Thierry Henry terlihat nyaman ketika melangkahkan kaki masuk ke dalam Stadion de la Meinau kandang Strasbourg. Tetapi sebaliknya yang terjadi, selama 90 menit, Thiery Henry lebih banyak menarik nafas dalam dan juga tertunduk lesu. Debutnya sebagai pelatih berakhir pahit, AS Monaco ditumbangkan Strasbourg, 1-2 dalam lanjutan pertandingan Liga 1 Prancis.
Kekalahan ini semakin menyakitkan karena membuat AS Monaco semakin terpuruk di posisi ke-19 dengan hanya mengoleksi enam poin. Ini adalah kekalahan keenam sepanjang 10 laga yang telah dilakoni AS Monaco. Suatu hal yang memalukan bagi tim sekelas AS Monaco. Thierry Henry ternyata belum mampu membawa AS Monaco sedikit tersenyum karena kedatangannya.
Henry sendiri memang baru saja ditunjuk menjadi pelatih baru Monaco menggantikan pelatih seseblumnya, Leonardo Jardim akhir pekan lalu. Ini menjadi kesempatan pertama Henry mendapat jabatan pelatih kepala setelah sebelumnya cuma berstatus asisten pelatih Robert Martinez, pelatih timnas Belgia.
Tugas ini dapat dikatakan cukup berat bagi seorang pelatih "hijau" seperti Henry. Henry dituntut untuk membawa Monaco keluar dari papan bawah setelah start buruk musim ini. Cukup banyak orang yang ragu bahwa Henry bisa berbuat banyak musim ini, karena minimnya pengalaman melatih.
Jika mau jujur, saya termasuk yang ragu bahwa Henry akan berhasil membawa AS Monaco bangkit. Paling tidak saya akan memberikan beberapa catatan sebagai alasan.
Pertama, Henry terlalu cepat menerima tawaran untuk melatih di sebuah klub. Melatih sebuah klub sebagai pelatih kepala bukanlah hal yang mudah, dan tentu berbeda jauh dengan peran assiten kepala.
Pelatih kepala akan bertanggung jawab akan hal teknis di dalam lapangan dan di luar lapangan. Jika gagal menang, maka Henry bukan saja harus memikirkan strategi apa yang tepat bagi tim tetapi harus menjawab setiap pertanyaan dari jurnalis hampir setiap hari.
Sudah ada konferensi pers jelang dan sesudah pertandingan, tapi wartawan akan tetap terus datang di setiap sesi latihan. Belum lagi permasalahan internal seperti relasi dengan direksi dan juga dengan pemain. Jika gagal, maka akan berpengaruh kepada performa tim.
Di dalam kondisi ini, Henry semestinya belajar dari Zinedine Zidane yang begitu sabar sebelum memutuskan menjadi pelatih tim utama. Sempat menjadi asisten pelatih Real Madrid, Zidane memilih untuk menjadi pelatih tim junior Real Madrid Castilla, alih-alih langsung menerima pinangan tim utama. Zidane sadar betul, bahwa dia harus memantapkan konsep strategi dengan lebih dalam sebelum direpotkan dengan hal lain jika langsung melatih tim utama.
Mengapa hal ini begitu penting? Karena banyak pemain hebat yang terlalu cepat menerima tawaran besar untuk melatih klub dan akhirnya tenggelam. Sebut saja Ruud Gullit yang pada 1996 hingga 1998 menjadi pemain sekaligus manajer di Stamford Bridge. Terlalu cepat bagi Gullit karena akhirnya gagal terutama dalam hal relasi dengan pemain dan direksi.