Luka Modric secara resmi telah menyandang gelar sebagai pemain terbaik FIFA 2018 dalam seremoni yang diadakan di London, Inggris. Gelandang Real Madrid tersebut menyisihkan dua kandidat kuat lainnya yaitu Christiano Ronaldo dan Mohamed Salah.
"Momen yang sangat indah berdiri di sini dengan trofi ini. Selamat kepada Cristiano dan Mo atas musim yang hebat. Ada banyak kesempatan meraihnya di masa depan," ujar Luka Modric dalam pidato kemenangannya tersebut.
Dalam vote suara dari 13 panelis yang terdiri dari kapten tim nasional, pelatih tim nasional, jurnalis terpilih yang ditunjuk FIFA untuk memantau pesepak bola yang paling menonjol dalam kurun 3 Juli 2017 hingga 15 Juli 2018, Modric unggul. Pria berusia 33 tahun ini unggul dengan 29 persen vote dibandingkan dengan Ronaldo (19 persen), dan Mohamed Salah (11.2 persen).
Luka Modric memang memiliki musim yang fantastis selama periode 2017-2018. Modric mampu membawa timnya, Real Madrid, menjuarai Liga Champions untuk ketiga kalinya secara berturut-turut. Selain itu, salah satu momen yang paling dikenang penggemar sepak bola di seluruh dunia adalah ketika Modric yang adalah seorang Kapten, berhasil membawa Timnas Kroasia yang sebelumnya tidak diunggulkan maju ke final Piala Dunia 2018.
Modric menyebut trofi tersebut sebagai hasil dari kerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Ia juga tak lupa berterima kasih kepada para personel Timnas Kroasia di Piala Dunia 1998 yang memberinya inspirasi sebagai pemain sepakbola.
Saat timnas Kroasia yang dipimpin Davor Suker berhasil mengukir prestasi fenomenal dengan melaju ke semifinal Piala Dunia 1998, Modric masih berusia 12 tahun.
Modric memang memulai karirnya sebagai pesepak bola dengan kerja keras dan dengan perjalanan yang berliku-liku.
Lahir di kota kecil bernama Zadar -- masih bagian dari Yugoslavia pada 9 September 1985, masa kecil Modric dikelilingi konflik perang sipil. Konflik tersebut membuat Modric yang saat itu masih berusia enam tahun harus mengungsi dan tinggal cukup lama di penginapan sederhana di bagian lain kota Zadar.
Di saat itulah dia diamati oleh pencari bakat sekaligus pelatih di klub sepak bola setempat bernama Josip Bajlo. "Ada anak lelaki yang biasa menendang bola di sekitar tempat parkir penginapan sepanjang hari," kata Bajlo.
Modric tak mau berhenti sepak bola meski dalam situasi nampaksulit, bahkan dapat dikatakan sepak bola membuat Modric dapat lari dari kenyataan sesungguhnya dan mendapatkan kegembiraan yang diimpikan anak-anak muda saat itu.
Singkat cerita, di usia 12 tahun Modric mendapat kesempatan untuk ikut seleksi di klub yang lebih besar Hadjuk Split. Tetapi Modric gagal dan akhirnya mulai menenun mimpinya di klub pesaing bernama DInamo Zagreb.