Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Gilberto Freyre, Richarlison dan Lahirnya Bintang Baru Selecao

Diperbarui: 17 September 2018   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Richarlison dan Neymar : Gambar : Fox Sport Asia

Ada dua hal menarik  yang terkandung dalam pernyataan kontroversial dari sosiolog dan antropolog terkenal asal Brasil, Gilberto Freyre yang  mengatakan bahwa perbudakan yang  menciptakan sepak bola Brasil.

Pertama,  perbudakan menghasilkan ras unggul pemain bola Brasil sebagai  hasil perpaduan dari bangsa Eropa yang memiliki kemampuan rasio tinggi dan bangsa Afrika dengan kekuatan fisik dan kecepatan yang tinggi. Kedua, perbudakan  melahirkan kreativitas di lapangan bola sebagai salah satu upaya bertahan hidup di tengah-tengah kesulitan.

Gilberto Freyre I Gambar : Alchetron

Meski telah resmi menghapus perbudakan sejak tahun 1888, tetapi perbudakan dalam hal berbeda membuat konsep sosial sepak bola  yang dikatakan oleh Freyre ini adalah sesuatu yang nyata.  Contohnya, praktik diskriminasi berdasarkan warna kulit yang terus berjalan.

Di dalam film berjudul Pele: Birth of Legend, yang menceritakan tentang perjalanan Pele menjadi pesepakbola, kehidupan seperti itu diceritakan dengan begitu jelas. Pele dilecehkan oleh anak dari bangsawan berkulit putih yang mempekerjakan ibunya sebagai binatu. Hal itu semakin mendorong Pele untuk bangkit dari kemiskinan dan akhirnya menjadi pahlawan bagi bangsanya di Piala Dunia.

Menjadi semakin menyentuh saat potret kemiskinan dari Pele disorot dari bermain bola dengan tidak bersepatu bahkan harus menjual kacang saat remaja untuk membeli sepatu dan saat remaja menggunakan buah mangga untuk berlatih sepak bola.

Kelahiran pemain bola dari perjuangan kemiskinan seperti menjadi wajah dari sepak bola Brasil sesungguhnya. Pemain bola yang bersinar dan dikenal lahir dari proses seperti ini menjadikan rakyat Brasil semakin riang gembira merayakan sepak bola sebagai sebuah bentuk kebebasan dan keberhasilan melepaskan diri dari perbudakan dalam berbagai bentuk.

***

Mengingat pernyataan Freyre membuat saya mau tidak mau menghubungkannya dengan Richarlison, pemain berusia 21 tahun yang merebut perhatian penikmat sepak bola dalam jeda internasional lalu. Tampil dalam debutnya bersama Selecao, striker Everton ini mampu menjadi motor dari kemenangan telak Brasil asal El Salvador, 5-0.

Torehan dua gol dan dua assist membuat Richarlison lantas menjadi buah bibir. Mimpi para pesepakbola Brasil untuk bermain bersama Selecao sudah berhasil diraih oleh Richarlison, bahkan sudah mampu mencetak dua gol.

Pelatih Brasil, Tite dianggap tidak keliru memanggil Richarlison. Musim ini saja di ketatnya Liga Inggris, dari tiga pertandingan bersama Everton, Richarlison telah menyumbangkan tiga gol. Harga mahal sejumlah 50 juta pound (953 miliar rupiah)-- sejarah pembelian termahal yang digelontorkan Everton dianggap setimpal dengan kemampuan yang dimilikinya.

Lebih dari itu, Richarlison juga meninggalkan cerita perjuangan ala Freyre untuk mencapai titik ini. Lahir dari ayah yang hanya berprofesi sebagai tukang batu, Richarlison berjuang menjadi pesepakbola dari kota Nova Venecica. Kota ini dikenal bukan saja sebagai  suatu daerah kumuh tetapi juga kampung narkoba.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline