Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Kita dan Penjara Mewah

Diperbarui: 1 Agustus 2018   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi penjara/bridgemi.com

Otto Cornelis Kaligis tidak memakai baju saat tim Mata Najwa melakukan sidak di selnya di Lapas Sukamiskin. O.C Kaligis berusaha menjawab seadanya setiap pertanyaan dari Najwa Shihab. Kaligis terlihat tidak menyangka kehadiran tim tersebut.

Ruangan sel O.C Kaligis terlihat tak seperti sel di Lapas pada umumnya, bahkan terkesan mewah. Televisi LED, Laptop dan beberapa gadget ada di sel terpidana kasus suap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara. Sel itu sepertinya didisain secara khusus untuk menemani Kaligis yang menyisakan enam tahun lamanya dipenjara.

Bukan sekedar menemani, namun penjara mewah itu membuat Kaligis, Novanto dan beberapa terpidana koruptor lainnya merasa tidak sedang dipenjara, mereka bebas!.

Semua orang yang melihatnya berteriak lantang, mengapa retribusi keadilan di tempat itu tidak berjalan semestinya. Mengapa koruptor itu masih bisa melakukan korupsi atau suap di tempat yang menjunjung keadilan tersebut. Jika demikian, dimanakah biduk keadilan itu harus bersauh? Miris.

Namun sebenarnya yang lebih menyedihkan lagi ketika mengingat penolakan Kaligis, Novanto dll untuk masuk kedalam sebuah proses pemurnian dan penyadaran dari dalam bilik penjara. Pemurnian itu tidak dapat berjalan sempurna ketika jiwa dan raga menolak untuk disakiti. Inilah yang perlu amat disesali.

Penjara bukan saja sebagai tempat hukuman, tetapi juga adalah tempat yang tepat untuk berefleksi dan bermeditasi sehingga dapat bertobat dari kesalahan.

Ketika  Paus Pius IX pada abad 18 merancang suatu penjara kepausan untuk para remaja dan menempatkan mereka di sel terpisah sebenarnya dengan sebuah  dengan tujuan besar, yaitu, bukan sekedar penghukuman namun untuk sebuah perenungan.

Jauh sebelumnya pada tahun 1772, kelompok "Quaker"  membangun Walnut Street Jail di Philadelphia, Amerika Serikat yang menempatkan pelanggarnya di sel pribadi yang sederhana sehingga mereka bisa bermeditasi dan bertobat dari dosa-dosa mereka. Dari kedua kisah ini dapat dipelajari bahwa filosofi  pertobatan dan pemulihan menjadi tujuan sejati ketika seseorang dipenjara.

***

Kemarin sore, saya bercengkrama soal hal ini dengan Jimi, teman dekat yang pernah menghuni sel penjara di sebuah sudut cafe di Kota. Penyebab Jimi dipenjara tidak perlu saya ceritakan di sini.

"Nold...di penjara itu tidak enak" kata Jimi memulai percapakan kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline