Sambil memegang piala Wimbledon, Djokovic melepaskan pandang ke dua sosok di pinggir lapangan, Jelena dan Stefan Istri dan putra kecilnya. Penantian dahaga gelar Grand Slam selama dua tahun terpuaskan di Wimbledon, turnamen paling bersejarah dan prestisius. Di Wimbledon, Stefan untuk pertama kalinya meneriakan "ayah,ayah" untuk Djokovic.
Hampir bersamaan dengan gelaran Final Piala Dunia 2018 di Rusia, di Inggris, turnamen yang dianggap paling prestisius di cabang olahraga tenis juga mempertandingkan babak final, Wimbledon.
Di lapangan rumput All England Lawn Tennis Club, petenis asal Serbia, Novak Djokovic bertanding melawan Kevin Anderson, petenis asal Afrika Selatan. Kedua pemain yang menang secara dramatis atas lawan-lawanya di final dalam pertandingan lima set kali ini bermain lebih cepat.
Djokovic mengalahkan Anderson yang terlihat sangat lelah setelah selama turnamen berlangsung telah bermain hingga 21 jam. Djokovic mengalahkan Anderson yang terkenal dengan servis kerasnya, tiga set langsung, 6-2, 6-2, 7-6 (7-3).
Kemenangan Djokovic di turnamen tenis tertua di dunia yang dipertandingkan sejak tahun 1887 ini menyisakan cerita menarik. Setelah mengangkat piala, secara emosional Djokovic mengatakan sesuatu yang sangat memotivasi dirinya hingga menjadi juara.
"Kemenangan ini terasa mengagumkan karena untuk kali pertama dalam hidup, saya memiliki seseorang yang meneriakkan kata 'ayah-ayah'," kata Djokovic setelah pertandingan. Setelah itu ia berlari dan menggendong putra kecilnya, Stefan, di satu tangan dan tangan lainnya menggenggam trofi piala Wimbledon keempat sepanjang karirnya.
Gelar piala dan kebahagiaan ini memang terasa istimewa karena sebagai petenis papan atas sudah dua tahun tidak pernah mencicipi gelar Grand Slam. Gelar ini seperti pembuktian bahwa seorang Djokovic masih mampu bersaing di level atas petenis dunia.
Hal ini dikarenakan, Dojokovic kerap sekali dikritik saat nihil gelar dan dianggap tak termotivasi lagi untuk bermain tenis. Bahkan mantan pelatih Djokovic, Boris Becker sendiri yang mengatakan demikian di medio 2016.
"Dia fokus pada prioritas di luar lapangan, dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya, dia punya ketertarikan pada hal yang lain," ujar Becker.
Pelatih yang melatih Djokovic sejak tahun 2013 hingga Desember 2016 itu seperti menyalahkan keluarga sebagai alasan prestasi menurun dari Djokovic. "Motivasinya menurun dan Dia seperti tidak tahu apalagi target besarnya." tambah Becker.
Sepeninggal Becker yang mungkin "tak tahan" lagi dengan Djokovic yang dianggap lebih peduli dengan keluarga, Djokovic terus berganti pelatih. Mulai dari Andre Aggasi, Radek Stepanek dan akhirnya memilih kembali Marian Vajda sebagai pelatih di Wimbledon.