Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Teladan Hidup dari Gianluigi Buffon

Diperbarui: 20 Mei 2018   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buffon dalam laga terakhir bersama Juventus I Gambar : Guardian

Hujan air mata tumpah ruah di Allianz Arena Turin, markas Juventus tadi malam saat kala laga pamungkas Juventus musim ini  menghadapi Hellas Verona. Pada menit  ke-63, Buffon ditarik keluar dari lapangan dan hendak digantikan Pinsoglio. 

Spontan semua pemain termasuk pemain Verona menghampiri, membentuk barisan dan memeluk salah satu legenda hidup La Vechia Signora, Gianluigi Buffon.

Bukan saja gesture penghormatan saja yang tampak, bunyi tepuk tangan juga terdengar bergemuruh setiap kali pemain yang disapa Gigi ini mengangkat tangan ke arah Juventini yang memenuhi stadion saat itu. Saat keluar dari lapangan, barisan pemain cadangan Juventus bersama para staf Juventus juga membentuk barisan menyambut Buffon.

Pelukan hangat juga saling diberikan, mata Buffon mulai sembab, tangan lebarnya sesekali memeluk sekaligus dua hingga tiga orang, Buffon mungkin mulai tak tahan untuk melewati momen emosional ini. 

Ketika duduk di bench pemain pun, Buffon tertangkap kamera menarik napas panjang. Emosi itu terus terasa ketika sang kapten ini dipercaya untuk mengangkat piala untuk gelar Scudetto ketujuh Juventus secara berurutan. Gelar Scudetto terakhir Buffon bersama Juventus. Buffon tahu ini sebuah keputusan yang berat baginya, meninggalkan klub yang telah dibelanya selama 17 tahun namun Buffon tahu ini mesti dilakukan dan dijalaninya.

Peristiwa bersejarah ini sudah lewat, namun perjalanan belasan tahun karir Buffon di Juventus jika diamati memberikan sebuah pelajaran, teladan atau tamsil hidup yang berharga untuk dijadikan wejangan hidup. Teladan soal kesetiaan, soal tujuan hidup serta ambisi dan soal berani keluar dari zona nyaman.

Bicara soal kesetiaan, maka Juventini dan penikmat bola akan de javu ke tahun 2006 saat Juventus harus terdegradasi ke Seri B karena skandal Calciopoli. Dua gelar dicabut dan beberapa pemain terbaiknya ramai-ramai mencari jalannya sendiri-sendiri , berpindah klub termasuk ke klub rival. Sebut saja Zlatan Ibrahimovic (Inter Milan), Emerson (Real Madrid),  Zambrotta (Barcelona), Patrick Viera (Inter Milan) dan Adrian Mutu (Fiorentina).

Namun Buffon berbeda, bersama pemain seperti De Piero, Trezeguet dan Chiellini Buffon mau bertahan, Buffon tak mau berkhianat, Buffon tetap mau mencinta si Nyonya Tua, membuktikan bahwa relasinya dengan klub ini lebih dari sekedar hubungan pekerja dan pemilik. Sebuah kesetiaan yang nyata.

Jika Sidharta Gautama mengatakan bahwa kesetiaan adalah bukti sebuah hubungan yang terbaik, maka filsuf asal Romawi, Seneca mengatakan bahwa kesetiaan adalah kekayaan termulia di dalam kalbu manusia. 

Benar, kekayaan termulia yang langka kita dapati di sepak bola modern ketika kompetitif, uang dan ego diri menjadi pandu. Seisi Allianz Arena merasakan hal itu demikian dalamnya, dan akhirnya tangisan dan penghormatan diberikan kepada Buffon yang sudah menginjak usia 40 tahun ini. Buffon berhak dan layak menerimanya.

Gelar sucetto terakhir Buffon bersama Juventus I Gambar : mid day

Buffon juga memberikan teladan soal tujuan hidup dan sebuah ambisi. Dalam sebuah kedewasaan menjalani hidup, Buffon meletakan hal ini pada tataran yang semestinya. Di usia yang tak lagi muda, Buffon termasuk pesepak bola yang dapat menunjukan performa maksimal. Di sisi lain, banyak pesepak bola bertalenta yang stress dan memilih untuk pensiun di usia yang masih sangat muda.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline