Presiden Jokowi menuliskan sesuatu yang menarik di akun Facebooknya kemarin. Ketika melakukan kunjungan ke Selandia Baru, Jokowi mendapat sambutan adat dari tetua adat Selandia Baru yang menurut Jokowi sama dengan yang dia dapatkan di Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sambutan yang disebut Jokowi "adu hidung", memang adalah sebuah sambutan yang unik.
Di Selandia Baru, Tetua Suku Maori, Piri Sciascia, suku penduduk asli Selandia Baru mengadukan hidung dan dahinya dengan Jokowi, saat Jokowi barusan tiba di Government House, Wellington, untuk bertemu dengan Gubernur Jenderal Selandia Baru, Dame Patsy Reddy.
"Saya kami berkenalan dengan melakukan hongi, saling bersentuhan hidung ala Suku Maori." Tulis Jokowi.
Hongi memang adala salam tradisional Mori yang dilakukan dengan menekan hidung dan dahi seseorang secara bersamaan. Hongi sering digunakan pada pertemuan tradisional di antara orang-orang Maori dan pada upacara-upacara besar.
Kata beberapa orang maksud Hongi itu sama dengan jabat tangan. Namun sesungguhnya, maskud hongi lebih dalam dari itu. Menurut orang Maori, saat melakukan Hongi sebenarnya ha (atau nafas kehidupan) ibaratnya sedang dipertukarkan atau dapat ditafsirkan sebagai "sharing jiwa" kedua orang.
Ketika pertukaran itu dilakukan, maka seseorang tidak akan dianggap sebagai Manuhiri, atau seorang tamu namun telah menjadi Tangata whenua, sudah menjadi bagian dari pemilik tanah, suku tuan rumah.
Karena sudah menjadi bagian dari "rumah", maka orang yang telah menerima hongi itu juga ikut bertanggungjawab untuk semua tugas dan tanggung jawab di dalam rumah. Di Maori, Tangata whenua ikut terlibat dalam kegiatan bercocok tanam atau berburu. Menarik.
Sebagai orang yang lahir dan besar di NTT, tradisi cium hidung/adu hidung yang dimaksud oleh Jokowi memang sudah menjadi bagian keseharian kami. Meski sebenarnya agak berbeda dengan Maori, karena Maori juga beradu dahi ketika sedang beradu hidung.
Di Sumba, cium hidung adalah tradisi keseluruhan masyarakat Sumba ketika menerima tamu, atau saling bertemu satu sama lain. Cium hidung ini dianggap sebagai simbol dari sebuah persahabatan. Ketika berkunjung ke Sumba pada medio Juli 2017, Jokowi berharap agar tradisi ini dapat dijaga.
"Jaga dan lestarikan keunikan tradisi cium hidung ini, karena tidak semua suku sama dengan Sumba yang memiliki banyak kekayaan budaya, serta cara menerima tamu yang berkunjung," kata Presiden Jokowi yang datang untuk menghadiri acara penutupan parade 1001 kuda dan pembukaan festival tenun ikat di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Di Pulau Sabu, Suku Sabu menyebut tradisi mencium itu dengan nama Henge'do. Maksud tersiratnya sama dengan orang Sumba dan orang Maori yaitu dilakukan untuk menyambut atau bertemu dengan seseorang.