Berita Kompas.com dengan tajuk Egy Maulana Bakal "Kesepian" Saat Bela Lechia Gdansk sedikit mengusik optimisme saya bahwa Egy akan sukses di Eropa. Tentu saja, kekuatiran itu bukan tanpa alasan, meski alasan utama juga tidak utuh berkaitan dengan berita tersebut.
Disebutkan bahwa jika bermain di Gdansk, maka Egy akan kekurangan dukungan saat bermain membela Lechia. Hal itu lantaran sedikitnya warga negara Indonesia yang menetap di Gdansk. Menurut Staf KBRI Warsawa, Mirza Satoto, jumlah pekerja dan mahasiswa di Gdansk tidak lebih dari 15 orang. Memang terlalu sedikit.
Sepenting apakah jumlah orang Indonesia akan membantu Egy?. Bagi saya, sedikit banyak kehadiran WNI akan membantu adaptasi Egy disana. Baik itu adaptasi suhu/cuaca dengan mendengar tips-tips orang Indonesia yang sudah terlebih dahulu berada disana dan juga adaptasi kultur terkhususnya makanan. Mungkin saja, komunitas orang Indonesia sesekali dapat menyuguhkan makanan yang sama atau mirip dengan rasa Indonesia.
Oh, jangan salah, jangan pernah remehkan soal adaptasi makanan. Ketika Erik Thohir masih menjadi Presiden Inter Milan dan pemilik DC United, Thohir pernah mengundang dua pemain Indonesia untuk menjalani trial, khususnya di DC uniter yakni Andik Virmansyah dan Syamsir Alam.
Seperti yang kita tahu, kedua pemain itu gagal disana, bahkan Syamsir Alam sudah ditelan bumi sampai sekarang. Apa masalahnya?. Berulang kali, Thohir mengatakan bahwa selain persoalan skill dasar yang kurang kuat, persoalan fighting spirit juga agak rendah. Untuk yang kedua ini, Thohir menerangai berkaitan soal adaptasi makanan.
Menurut Thohir, Andik dan Syamsir Alam yang biasanya makan sayur asem mengalami masalah ketika sekarang "harus" dipaksa makan hamburger dan steak. Adaptasi ini ditambahkan Thohir, lebih mudah ketika umur 12-14 tahun, dan akan terlambat jika sudah diatas 17 tahun.
Menurut saya agak masuk akal, tak usah jauh-jauh melihatnya. Makan Konate dan Dzalilov saja ketika memutuskan membela Sriwijaya FC harus menghadapi masalah pencernaan berat ketika mulai datang ke Sumatera Selatan akibat perbedaan makanan yang biasa dikonsumsi.
Adaptasi ini harus diantisipasi Egy Vikri, maklum makanan Polandia tentu berbeda. Makanan khas Polanda seperti Pierogi,Ros, Flaki , Zurek, Bigos, Gobki tentu saja akan berbeda rasa di lidah Egy dan semoga tidak bermasalah di pencernaannya. Apakah dengan cara menyiapkan koki, tukang masak. Namun sekali lagi, semoga itu tidak mempengaruhi performa Egy nantinya.
Hal lain yang perlu lagi menjadi perhatian dari kesendirian Egy ini disiratkan oleh mantan pemain timnas, Kurniawan Dwi Yulianto. Kurniawan pernah bermain di Eropa dengan menimba ilmu bersama PSSI Primavera di Italia pada 1993 dan Sampdoria Primavera pada 1994, serta kemudian direkrut klub Swiss, FC Luzern.
Pemain yang dijuluki "Si Kurus" ini mengatakan bahwa hal yang paling utama adalah mental dan bagaimana bisa melawan diri sendiri. Dari pengalamannya, Kurniawan mengalami bahwa atmosfer di dalam dan di luar lapangan yang akan dihadapi Egy berbeda ketika tampil di luar negeri. Apalagi semua yang dilakukan Egy, akan dilakukan secara sendirian.
Jika dibandingkan Kurniawan dan Syamsir Alam, jelas beban Egy lebih berat. Kurniawan dan Syamsir Alam pada awalnya beradaptasi dengan berangkat "ramai-ramai" ke luar negeri. Kurniawan dengan Primavera ke Itali sedangkan Syamsir dengan tim SAD Indonesia ke Uruguay, Amerika Selatan.