"Saya bahagia bisa bergabung dengan Arsenal, klub yang memiliki manajer hebat, skuat yang fantastis, dan dukungan yang besar dari berbagai penjuru dunia.
Saya tak sabar bertemu rekan-rekan baru dan bermain dengan Arsenal di Liga Premier maupun Liga Champions. Saya akan memberikan yang terbaik dan ingin membuat semua pendukung bahagia," ungkap Alexis Sanchez.
Memori 11 Juli Tahun 2014 itu terekam dengan jelas di ingatan pendukung Arsenal ketika Sanchez bergabung ke Arsenal. Harapan dan mimpi mereka bergandeng erat dengan keinginan Sanchez yang ingin membawa ke kejayaan.
Namun mimpi tinggalah mimpi. Tiga tahun lebih sedikit sudah cukup bagi fans dan klub untuk memelihara mahligai kebersamaan dengan pemain yang asala Chile tersebut. Sanchez yang sempat dicintai itu bahkan memilih menyeberang ke rival, Manchester United.
Kenangan indah tinggalah kenangan. Bahkan fakta bahwa sudah sejak lama Sanchez ingin berpindah ke lain hati terungkap dalam wawancara Sanchez dengan Telegraph sesaat sesudah mengurus izin kerja terbarunya. " Sejak masih muda saya selalu mengatakan bahwa mimpi saya adalah bermain bersama Manchester United, dan saya sekarang bisa mengatakan bahwa mimoi itu telah menjadi nyata" ujar Sanchez, sumringah.
"Saya pernah berbicara dengans Sir Alex Ferguson tentang itu. Manchester United adalah klub yang kuat dan terbesar di Inggris. Saya ingin datang ke sini dan memenangkan semua. Liga Premier, Liga Champions dan kejuaraan apapun di masa depan" tambah Sanchez, yang telah menginjak 29 tahun.
Cerita senada juga diperlihatkan Henrikh Mkhitaryan yang "terpaksa" dilibatkan dalam transfer Sanchez ini. Mkhitaryan yang direkrut dengan tangan Mourinho sendiri, harus "ditendang" oleh Mourinho juga. Padahal pada 6 Juli 2016, Mkhitaryan seperti berada di negeri khayalan ketika bergabung dengan MU.
"Saya sangat bangga bisa bergabung dengan Manchester United. Kepindahan ini seperti menjadi mimpi yang jadi nyata bagi saya. Saya senang akan bermain untuk klub dengan sejarah besar dan semoga bisa menjadi bagian dari sejarah tim ini juga. Saya berterima kasih atas kepercayaan dari klub dan Jose Mourinho. Transfer ini juga membuat mimpi ayah saya menjadi kenyataan," ujar Mkhitaryan.
Tetapi, ah, seperti Sanchez, Mkhitaryan harus bersikap ambigu jika tidak mau dikatakan berbohong. Ketika kemarin dipastikan bergabung bersama Arsenal, Mkhitaryan berkata sebaliknya. "Ini (transfer) adalah mimpi menjadi kenyataan, sebab saya selalu bermimpi untuk bermain bersama Arsenal. Sekarang saya sudah disini dan saya akan berbuat yang terabik yang saya bisa" ujar Mkhitaryan.
Kesamaan bentuk perasaan ini dalam kacamata motivasi dan komunikasi mungkin merupakan bentuk dari berusaha memotivasi diri sendiri dan menyenangkan pihak "tuan tumah" yang baru. Namun terlihat bahwa kedua pemain ini sekali lagi seperti ingin bermain dengan kata "mimpi" di titik ini.
Jika mau sedikit lebih serius memikirkan filosofi mimpi dari kacamata Sigmund Freud, psikoanalisis asal Jerman, maka pengalaman bermimpi adalah juga pengalaman berpikir. Bermimpi itu membangun gambaran, konsep dan cerita di kepala kita dan mengiranya sebagai sebuah kenyataan.