Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Piet Hitam, Isu Rasisme dan Natal yang Sesungguhnya

Diperbarui: 27 Desember 2017   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Piet hitam dan Santa I Gambar : discovey

Anak-anak sekolah minggu di gereja saya akan mendapat kunjungan dari Sinterklas tahun ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya Sinterklas akan membawa kado natal bagi anak-anak sekolah minggu. Anak-anak menjadi sangat senang bertemu dengan pria gendut berjanggut putih tersebut dengan ketawa khasnya "Hohoho".

Namun Sinterklas tidak sendirian. Sinterklas akan ditemani oleh asistennya bernama Piet Hitam. Meski tak seterkenal Santa, figur Piet Hitam juga dirindukan. Selain membantu Santa membawa kado bagi anak-anak, ceritanya Piet juga bertugas untuk mencatat anak-anak yang nakal dan akan mencoba mendisiplinkan mereka.

Sosok yang mengerikan dengan kulit yang hitam, berwajah seram dan berbibir tebal coba diketengahkan dalam memberi edukasi kepada anak-anak. Tak jarang banyak anak-anak yang menangis ketika melihat kehadiran si Piet Hitam.

Ada beberapa fakta yang perlu diketahui tentang Piet hitam ini. Pertama, Piet Hitam dan bahkan Santa adalah tokoh yang tidak tercantum di Alkitab. Kehadiran tokoh-tokoh ini hanya lahir berdasarkan tradisi dari beberapa negara dalam merayakan natal.

Kedua, tidak semua negara dalam tradisinya mengenal Piet Hitam. Cerita Piet Hitam awalnya hanya muncul dalam beberapa negara, diantaranya Spanyol, Afrika, Belanda, dan Spanyol.

Kisah kehadiran Piet Hitam mengalami polemik. Akhir-akhir ini kehadirannya dianggap sebagai lambang perbudakan yang sebelumnya pernah hadir di Belanda di abad ke-17 dan 18. Pakaian Piet Hitam menyerupai  seragam pembantu laki-laki di Eropa zaman itu.

Kolonialisme Belanda seperti diingatkan dengan munculnya tokoh ini. Piet Hitam secara lembut dikatakan sebagai asisten tetapi sebenarnya adalah seorang budak! Bukan asesoris saja yang menggambarkan itu, bagaimana menjelaskan figur berkulit hitam, berambut keriting dengan bibir tebal jika ini terlalu gampang diasosiakan dengan gambaran budak dari Afrika.

Protes mulai bermunculan. Mengapa kegembiraan natal harus berbarengan dengan illustrasi berwujud rasisme terselubung tersebut. Pihak yang kontra secara berulang-ulang menjelaskan tentang penafsiran gambaran terhadap tokoh ini, namun ada juga pihak yang pro.

Pihak yang pro bukan karena mendukung rasisme, tetapi karena kehadiran Piet Hitam adalah sebuah tradisi yang sudah berjalan sedemikian lama. Piet Hitam bagian dari tradisi kegembiraan itu, sungguh tidak elok dihilangkan hanya karena penafsiran yang belum tentu benar, lalu bagaimana dengan anak-anak yang merindukan Piet hitam dalam setiap perayaan mereka?.

Inilah poin paling penting. Tradisi sering dianggap lebih penting dan menggantikan cerita natal sesungguhnya. Cerita natal bercerita tentang kelahiran bayi Yesus  di kandang yang sangat sederhana. Kesederhanaan itu membawa sukacita, karena sang bayi lahir untuk akhirnya menebus dosa manusia.

Zaman now ini, tradisi itu jauh dari kata kesederhanaan. Natal yang sederhana itu dikomersialisasi sedemikian rupa, sehingga harus tampak wow. Baju baru, sepatu baru, kue natal yang banyak dan mahal dan berbagai asesoris natal yang baru bahkan pohon natal harus yang paling mahal. Dimanakah kesederhanaan itu?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline