Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Tour de Flores, Keindahan Ruteng dan Sesuatu yang Tersisa

Diperbarui: 20 Juli 2017   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di depan Katedral Ruteng (Dokpri)

Selasa, 18 Juli 2017. Ruteng pagi selalu dingin, tetapi seorang sahabat, pria Ruteng Erwin Gael terlalu gembira menyambut pagi ini. "Bro, hari ini Tur de Flores sampai Ruteng, bro harus datang ke lapangan Motang Rua, kita tunggu para peserta di sana, ada tarian caci juga," ujar Erwin melalui sms. Tanpa berpanjang kata, kujawab, "Ok, bro, tolong jemput beta dulu" . "Ok bro tunggu saja".

Tak lama kemudian kami berdua sudah di panggung depan lapangan Motang Rua. Warga Ruteng, Ibu kota Kabupaten Manggarai terlihat antusias. Panggung sudah tersedia dan lapangan Motang Rua di depan kantor bupati sudah dipadati. Para penari Caci sudah mulai siap berlaga. Namanya saja tarian, tetapi para lelaki dengan pakaian adat seperti saling memukul satu sama lain. "Cara laki-laki menunjukan kejantanan di depan para wanita bro," bisik Erwin. Jantan dan Indah.

Tarian Caci Lapangan Motang Rua (Dokpri)

Semakin banyak bekas luka di para penari caci itu, bertanda waktu sudah hampir tengah hari. Terdengar kabar bahwa para pembalap sudah start dari Borong, Ibu kota Kabupaten Manggarai TImur yang berjarak 50-an Km dari Ruteng. Atraksi lain juga disediakan untuk menemani para penari ini, yaitu tarian bersama yang rencananya berjumlah 1500 orang. Ruteng sungguh-sungguh mempersiapkan kehadiran Tour de Flores 2017 ini.

Saya bergegas mencari spot yang baik untuk menikmati para pembalap sepeda ketika memasuki Ruteng. Tikungan di depan Katedral kupikir menjadi pilihan terbaik. Terlihat warga Ruteng sudah mulai banyak berdatangan tumpah ruah bukan saja di lapangan tetapi di juga di tepi jalan. Ada yang antusias menunggu para pembalap, namun ada juga yang terpaksa tinggal karena beberapa ruas jalan tertutup.

Agak lama kami menunggu. Saya baru sadar etape 5 dengan Rute Borong-Ruteng ini mungkin yang terpendek. Namun jangan salah kira, Borong-Ruteng itu memiliki 3 King of Mountain, terbanyak dibandingkan rute yang lain. King of Mountain adalah sebutan para pembalap untuk tanjakan terjal yang menantang. Pantas saja agak lama menunggu.

Ruteng, mulai mendung. Kota dingin dengan suhu bisa mencapai 8 dan 9 derajat ini mulai menunjukkan sesuatu yang saya anggap eksotis. Pegunungan dan perbukitan di sekitar Ruteng seperti ingin menunjukan bahwa mereka berkuasa di Ruteng, seperti dirigen yang mengatur alunan awan hingga takluk pada mereka, ketika mendung itu lelah berpindah-pindah, mereka menghitam tanda lelah. Artinya sedikit lagi kabut akan menemani mereka.

Ketika saya sedang takjub memandang 3 titik keindahan, Katedral, gunung dan awan itu, tiba-tiba mobil bertuliskan Finish Judge melaju cepat memasuki Ruteng, artinya beberapa saat kemudian akan muncul para rombongan pembalap. Benar, satu persatu pembalap mulai menikung di tempat saya berada. Pesepeda berbaju kuning yang saya tahu kemudian bernama Daniel Whitehouse berhasil menembus finish pertama jauh meninggalkan pesepeda lain. Para penonton menyambutnya dengan tepuk tangan meriah.

edit-k15-59708a96ed967e591a42a082.jpg

Saya pun ikut tersenyum tanpa bertepuk tangan, ikut bangga karena menyaksikan langsung Tour de Flores di tanah Flores. Sesudah pemberian medali untuk para pemenang yang menjelang sore itu, lapangan sekejap menjadi sepi. Sekitar Seribuan penari yang awalnya memadati lapangan juga terlihat bergegas cepat pulang.

Pembalap yang berjumlah 60-an orang itu juga cepat berlalu ke hotel mereka. Ruteng kembali sepi. Malahan hari ini, ketika saya masih berada di Ruteng tidak ada cerita yang terlalu istimewa tentang Tur de Flores itu, masyarakat kembali sibuk dalam kegiatan mereka sehari-hari. Jikalau saya bertanya tentang apakah ada keuntungan bagi mereka dan Kota Ruteng umumnya untuk penyelenggaraan Tur de Flores ini, tak ada yang sanggup menjawab dengan pasti. Bagi mereka, cerita tentang pebalap sepeda asing yang melaju cepat di tanah lahir mereka saja sudahlah lebih dari cukup. Malah cerita tentang utang penyelenggaraan sebesar 1 M dari penyelenggaraan tahun lalu pun mereka tak pernah tahu.

Salah satu sudut Kota Ruteng (Dokpri)

Hampir tak ada yang tersisa dari penyelenggaraan Tur ini yang sepertinya pesertanya menurun dari tahun ke tahun. Media juga mungkin tak sebanyak tahun lalu yang meliput kegiatan ini. Malah masyarakat juga tak pernah tahu bahwa Thomas Lebos sudah menjuarai Tur de Flores 2017 ini.

Tentu banyak dana yang terserap untuk kegiatan itu, dengan sebuah harapan, Ruteng dan Flores secara keseluruhan semakin dikenal dunia. Untuk itu saya terus berharap hal itu segera berimbas positif dengan kedatangan wisatawan yang semakin banyak di tanah yang indah ini. Bertambah? Saya tak pernah tahu.

Sore di Ruteng sudah semakin dingin, walau sedikit ragu bahwa Tur de Flores akan bertahan lama penyelenggaraannya karena anggaran besar yang diperlukan, namun Kopi Manggarai yang nikmat sudah cukup membuat saya sejenak untuk tak harus memikirkan hal itu lebih jauh. Kata banyak orang, aroma Kopi Manggarai itu merekatkan bukan menjauhkan, jika diseduh di dalam rumah, aromanya menusuk masuk ke dalam ruang-ruang rumah, tanda untuk segera ke ruang keluarga, tempat kita berbahagia walau sejenak. Seperti Ruteng saat ini. Indah.

Bersama Sahabat, Erwin (Dokpri)

Ruteng, 20 Juli 2017



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline