Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Mengintip Keasyikan Adu Jangkrik di Kupang

Diperbarui: 10 Maret 2017   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adu Jangkri, permainan Tradisional yang mulai dilupakan/ Dokumentasi Pribadi

Kupang sesekali masih diguyuri hujan. Namun ketika hujan itu usai, halaman rumah kecil itu mulai didatangi orang. Apalagi ketika siang menjelang sore. Beberapa orang membawa dus ukuran sedang yang berisi botol-botol mineral 500 ml. Air?. Bukan, Jangkrik !.

Pertama, Kurus bawang melawan tumis kangkung” ujar seseorang berlagak sebagai host tinju. Itu bukan nama bumbu dapur dan makanan, tetapi nama jagoan jangkrik yang akan tampil. Seperti tinju, sebelum bertanding dilakukan “timbang badan”. Tentu saja tidak pakai timbangan tetapi perlu orang yang dipercaya untuk menentukan bahwa akan ada pertandingan yang adil. “Hajar….” Kata om Ma’e, pria berusia hampir setengah abad yang dipercaya sebagai penilai kelayakan jangkrik bertanding.

Partisi, untuk memisahkan jangkrik/ Dokumen Pribadi

Arena bertanding yang disiapkan pun istimewa. Kotak kaca berukuran sekitar 40x40 cm dengan dasar pasir halus menjadi tempat bertanding para jangkrik jagoan ini. Sebelum bertanding, kotak kaca akan diberikan partisi dari kertas kardus untuk membagi kotak kaca menjadi dua bagian. Mungkin maksudnya agar jangkrik tidak langsung menyerang.

Nah, setelah kedua jangkrik diletakkan ke dalam kotak kaca, para pemilik jangkrik akan melakukan berbagai ritual, salah satunya adalah dengan menggunakan Kulu-kulu. Kulu kulu adalah kayu kecil yang ujungnya dipasangi karet atau bagian tubuh jangrik yang sudah mati, biasa kepala. Kulu-kulu akan didekatkan ke kepala jangrik yang akan bertanding, tujuannya untuk membuat jangkrik bertambah galak.

Kulu-kulu, alat pembangkit keberanian jangrik/Dokumentasi Pribadi

Sekarang soal aturan bertanding. Jangkrik akan dinyatakan unggul apabila jangkrik lawan mundur atau lari ketakutan. Sistimnya memakai best of three. Jadi jika sudah menang dua kali maka dinyatakan menang.

Si jangkrik pemenang pun, diharuskan tetap turun lapangan untuk melawan lawan kedua. Dilarang untuk beristirahat. Sesudah melawan lawan kedua baru boleh beristirahat. “Gigi su (sudah) asam” kata om Ma’e menjelaskan alasan si jangkrik harus diistirahatkan. Jika “gigi asam” maka si jangkrik tidak akan mau bertanding.

Cara beristirahatnya pun tidak biasa. Jangkrik akan dibiarkan menggantung dengan diikat pada helai rambut. Dengan digantung, saraf motorik dari jangkrik dipercaya akan semakin aktif yang membuat jangkrik menjadi semakin galak.

Jangrik digantung agar bertambah galak/Dokumen Pribadi

Jangkrik yang dipertandingkan ini khas. Jangkrik berwarna hitam legam “berhias” kalung emas d tubuhnya dikenal sebagai jangkrik kalung jantan. Ciri yang menyertai adalah suaranya yang nyaring dan gerakan tubuh yang lincah. Para pengadu berjuang mencari jangkrik di antara semak dan batu-batu karang kota Kupang. “Musim begini jangkrik gampang ditemukan, tapi kalau su mulai panas agak susah” ujar om Ma’e.

Hampir sore, semakin banyak penonton dan juga penantang. Di Kupang, adu jangkrik ini salah satunya hanyalah seperti nostalgia masa kecil para pengadu jangrik. “Dulu waktu kecil kita memang sering bermain adu jangkrik. Jadi ini seperti nostalgia” jelas om Tony, pria berumur 40-an sambil tersenyum dan asyik memilih jangkrik yang mau dipertandingkan dari dusnya.

Koleksi jangkrik petarung milik om Tony/ Dokumen Pribadi

Memang kegiatan ini murni dilatar belakangi pengalaman bermain pada masa kecil, walaupun beberapa orang bercerita bahwa adu jangkrik ini bisa saja dilatar belakangi oleh sebuah kepercayaan, contohnya di Cina. Di Cina, katanya, orang-orang yang hobi adu jangkrik akan diberikan umur panjang. Meskipun ada yang beranggapan bahwa orang yang adu jangkrik itu bisa berumur panjang karena hatinya gembira dan semangat ketika melakukan adu jangkrik. Jika di Kupang, adu jangkrik ini jauh dari kegembiraan, ini seperti adu ayam, penuh dengan rasa kecewa jika kalah, dan olok-olokan jika menang. Umur panjang?. Patut dipertanyakan.

Di Indonesia, permainan adu jangkrik adalah sebuah permainan rakyat yang sudah lama dikenal. Dalam buku Nusa Jawa : Silang Budaya Jilid 2, jaringan Asia,diceritakan bahwa para bangsawan dan pedagang kaya di Jogja mengadakan pertandingan adu jangrik setiap hari selasa dan jumat pada zaman Hamengku Buwono VII (1877-1921). Walaupun lebih terkenal di Jawa tetapi adu jangkrik ini juga ada di beberapa daerah lain di Indonesia. Di Bali disebut maluan dan di Aceh disebut daruet kleng. Tradisi dulu menceritakan bahwa adu jangkrik ini diiringi dengan bacaan mantera, agar si jangkri bisa menang. Menarik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline