Novel Baswedan beberapa kali menolak untuk menjelaskan perkara yang dia alami, bagi Novel tidaklah etis jika dia membela diri namun proses penyidikan masih berjalan, bagi dia nanti nampak bahwa dia hanya ingin menggiring opini publik.
Itulah gambaran yang saya lihat dari liputan ekslusif Aiman, dalam wawancara ekslusif yang disiarkan oleh Kompas TV tersebut.
Tetapi Novel jadi berantusias kala Aiman bertanya kepada Novel apakah memang jumlah rumahnya berjumlah empat buah dan dikategorikan rumah mewah seperti yang dikatakan oleh Kabareskrim, Budi Waseso. Novel langsung menudig bahwa BW berasumsi dan tidak benar, Nover menambahkan rumahnya ada dua, di Jakarta dan satu rumah di Semarang yang sudah diberikan kepada Orang tuanya.
Novel pun berjanji akan memberikan rumahnya yang lain, jika ada yang dapat membuktikan bahwa dia memiliki rumah dan dikategorikan mewah tersebut.
Dalam Talkshow ini pun, Aiman beberapa kali mencoba bertanya kepada Novel apakah perbedaan yang ada antara kasus yang dia hadapi di tahun 2012 dan 2015. Novel menjawab bahwa secara perkara memang beda jauh tetapi konteksnya sama. Novel secara pribadi melihat bahwa tahun 2012 itu, dia dalam proses menyelidiki kasus Korupsi di Korlantas dan dia melihatnya sebagai kasus yang penuh dendam dan kemarahan.
Ketika Aiman meminta dia untuk berpendapat tentang perintah SBY di tahun 2012 yang sekali memerintahkan agar kasusnya dihentikan dan dihentikan dan dibandingkan dengan Jokowi yang beberapa kali meminta tetapi terus berlangsung, Novel kelihatan enggan untuk membandingkan dan mengatakan bahwa jikalau sudah berkaitan dengan urusan politik dia tidak pernah peduli dan merasa itu tidak penting.
Alasan yang sama juga yang dia katakana ketika dia ditanyakan tentang ada perkiraan bahwa ada kekuatan politik yang besar di belakangnya dan peristiwa penangkapannya berkaitan dengan urusan dengan partai politik.
Ketika diminta tentang apa yang ingin dikatakan kepada Presiden Jokowi ,Novel mengatakan bahwa sebagai warga negara dia mempunyai harapan agar penegakan hukum menjadi supremasi dan berharap kepada Presiden dan seluruh aparatur, agar penegakan hukum dengan cara bermartabat bisa diwujudkan dan Novel percaya bahwa kedepan bisa lebih baik.
Begitupun ketika diminta pendapatnya bahwa wapres Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa perkara Novel itu perkara biasa, Novel mengiyakan pendapat Jusuf Kalla jikalau dipandangdari segi normatif tetapi tentu saja tidak bisa ketika melihat ini bukanlah sebuah perkara normatif.
Novel juga berjanji akan mengatakan alasannya untuk berhenti dari institusi POLRI ketika waktunya tepat. Novel menegaskan bahwa alasannya bukan karena dia membenci POLRI dan berharap POLRI ke depan bisa menjadi institusi yang dapat diandalkan.
Secara pribadi Novel juga menegaskan bahwa dia siap untuk bekerja di Insitusi manapun jikalau dia tahu bahwa institusi atau tempat tersebut membuat dia dapat berbuat lebih banyak dan lebih baik.
Sebagai akhir dari wawancara ekslusif ini, Novel mengatakan keyakinannya untuk terus berani dan bagaiamana seharusnya berpikir sebagai penyidik dan penegak hukum. Novel menghimbau kepada para penyidik dan penegak hukum agar berpikir seperti itu dan jangan takut karena Novel tahu ada orang-orang yang berintegritas di KPK, Kepolisan, Kejaksaan dan Pengadilan.
Ketika disinggun tentang ancaman mati,Novel yang disebut Aiman sebagai penyidik KPK terbaik ini mengatakan mati adalah takdir dan kembali mengaskan tentang tanggung jawab Penegak hukum yang harus berintegritas, berani berjuang dan siap berkorban.
Secara pribadi saya tidak menemukan hal-hal yang baru dari wawancara ini, namun tentu saja saya melihat profil penegak hukum seperti Novellah yang rakyat Indonesia harapakan. Semoga muncul Novel- Novel baru demi Indonesia lebih baik.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H