Lihat ke Halaman Asli

Arnold Adoe

TERVERIFIKASI

Tukang Kayu Setengah Hati

Ini 2 Langkah "Reaktif" yang Mungkin Diambil Jokowi Dan Kabinetnya Terhadap Kisruh DPR

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menunggu langkah Jokowi terhadap kisruh DPR (sbrgbr:kompas)

[caption id="" align="aligncenter" width="780" caption="Menunggu langkah Jokowi terhadap kisruh DPR (sbrgbr:kompas)"][/caption]

Adu kuat di parlemen memasuki babak baru setelah adanya mosi tidak percaya dari koalisi Indonesia Hebat, mosi tidak percaya ini bukan main – main, langusng dibentuk “DPR Tandingan” dengan ketua DPR yaitu Pramono Anung dari F-PDIP.

Inilah yang membuat saya tertarik untuk menonton dialog Wide Shot sore ini dengan tema “Adu Kuat di Parlemen”, dengan narasumber nasir Djamil (F-PKS), Burhanudin Muhtadi (Pengamat Politik) dan Arif Wibowo (F-PDIP).

Secara umum diskusi kali inipun seperti diskusi – diskusi lainnya akan memunculkan diskusi berbau debat kusir, apalagi kalau melibatkan dua petarung dari KIH (Koalisi Indonesia Hebat) dan KMP (koalisi Merah putih), namun yang ingin saya pahami adalah apa efek selanjutnya dari pertarungan ini.

Burhanudin Muhtadi (BM) mengatakan bahwa dari sisi kekuatan situasi ini mirip sekali dengan posisi SBY di tahun 2004 yang minoritas dibandingkan dengan koalisi kebangsaan waktu itu, walaupun ada deal – deal politik yagn jelas berbeda dengan situasi sekarang.

BM juga mengatakan ketidaksetujuannya dengan istilah mosi tidak percaya yang tidak cocok dengan sistim Presidensil pada saat ini, seharusnya itu lebih tepat dengan sistim parlemen dan bukan kepada banyak orang tetapi kepada perdana menteri, namun BM menyadari ini adalah dampak dari kebuntuan luar biasayang terjadi.

Arif Wibowo (AW) dari F -PDIP memprotes istilah DPR tandingan bagi AW itu adalah istilah yang diciptakan oleh media saja karena yang ingin disampaikan kepada rakyat Indonesia adalah terjadinya proses demokrasi yang tidak wajar di rumah demokrasi sendiri.

AW juga menjelaskan bahwa yang terjadi adalah hal yang sudah dikuatirkan sejak lama, sejak UU MD3 didisain sedemikian rupa dan inilah yang terjadi…

Lain lagi yang yang diungkapkan oleh Nasir Djamil (ND) dari F-PKSyang membantah dengan keras bahwa ini adalah upaya dari KMP untuk menjegal presiden Jokowi,bagi ND kehadiran Prabowo dalam pelantikan presiden Jokowi seharusnya sudah selas menjadikan bahwa prasangka itu tidak ada.

ND juga menjelaskan bahwa yang dilakukan ini semua sudah berada dalam koridor hukum, dan tidak ada satupun yang dilanggar dan tidak ada yang arogan sama sekali, karena sudah empat kali ini diusahakan.(KIH sudahkali diminta memberikan daftar nama).

Burhanudin Muhtadi menganggap langkah yang diambil Indonesia Hebat adalah langkah yang tepat, BM mengatakan kalau mereka (KIH) menyerahkan daftar nama maka itu namanya bunuh diri,karena kalau diserahkan dan pasti terjadi voting maka tentu mereka kalah, bagi BM seharusnya ditarik titik temu, dan itu namanya akan terjadi proporsionalitas.

Bagaimana dengan Jokowi, dari desas desus dan pengamatan maka ada dua 2 (Dua) langkah reaktif yang mungkin diambil Jokowi

1. Perpu UU MD3

Perpu MD3 menjadi langkah yang mungkin saja diambil oleh Presiden Jokowi untuk mengembalikan proporsionalitas/keadilan di DPR, walaupun Fadly Zon dalam sebuah wawancara menganggap bahwa kalau berani itu adalah langkah yang ngawur dan menentang serta menantang Jokowi untuk melakukan itu.

Burhanudin berharap langkah ini tidak boleh diambil karena selain belum ada kegentingan yang memaksa harus Perpu keluar juga karena dukungan terhadap Perpu itu ibarat melibatkan eksekutif untuk masuk dalam wilayah legislative dan ini tidak sehat bagi demokrasi kita. BM berharap DPR bisa menemukan demokrasi dalam rumahnya sendiri melalui musyawarah mufakat.

2. Menteri Jokowi tidak memenuhi semua undangan DPR

Burhanudin juga mengatakan bahwa jika kembali ke tatib di DPR, beberapa pakar tata negara mengatakan bahwa jika sidang Komisi tidak memenuhi kuorum maka legalitasnya dianggap cacat dan kalau itu cacat,maka menteri Jokowi (cabinet Kejra) berhak menolak untuk hadir.

Hal ini langsung disanggah dan tidak diamini Nasir Djamil (F-PKS) ,Nasirmalahan menceritakan “dendam yang masih ada” ,ND mencoba membandingkan ketika Prabowo kalah di pilpres KMP menghormati dan mendukung Presiden Jokowi dan meskipun sudah kalah di MK, sedangkan KMP juga sudah kalah di Pilpres dan kosong di kabinet , jadi parlemen sepenuhnya hak KMP…waduhhh…

Nasir juga mengatakan Jika Jokowi mau bekerja, maka harus memenuhi undangan untuk bekerja, akhirnya Nasir menutup menutup pernyataannya dengan mengatakan Koalisi Indonesia Hebat harus gentleman…

Nahh…jadi bingung siapa yang gentleman dan siapa yang bukan sekarang, sepertinya akan sulit, menunggu langkah nyata Jokowi dan kabinetnya menyikapi ini…semoga saja itu yang terbaik bagi bangsa…Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline